Coba pembaca memberanikan diri untuk bertanya pada teman, saudara ataupun orang lain yang pembaca yakini sebagai pengikut Wahhabi, niscaya mereka akan menolak dengan tegas sebutan Wahhabi...mereka akan berdalih bahwa sebutan Wahhabi adalah buatan musuh-musuh dakwah mereka, sedangkan mereka lebih senang di sebut sebagai Salafi.
Panggilan "Wahhabi" sebenarnya tidak berkonotasi celaan atau hinaan, tapi justru mencirikan madzhab mereka (seandainya mereka mengaku bahwa apa yang mereka anut itu adalah sebuah madzhab) dari madzhab-madzhab lainnya.
Banyak ulama Wahhabi yang menggunakan istilah atau menamakan madzhab mereka dengan nama Wahhabi, di antaranya adalah Sulaiman bin Sahman, Muhammad bin Abdil Lathif. Baca juga kitab ad Durar as Saniyyah 8/433. Demikian juga para pembela Wahhabi seperti Syeikh Hamid al-Faqi, Muhammad Rasyid Ridha, Abdullah al-Qashimi, Sulaiman ad-Dukhayyil, Ahmad bin Hajar Abu Thami, Mas'ud, Nadawi, Ibrahim bin Ubaid (penulis kitab at-Tadzkirah) dan masih banyak lainnya.
Mereka semua menggunakan istilah "Wahhabi" untuk merujuk kepada aliran yang dibawa oleh Muhammad bin Abdul Wahhab at-Tamimi an-Najdi.
Syeikh Hamid al-Faqi terkesan meragukan itikad baik mereka yang menggunakan istilah "Wahhabi" tersebut, dan ia mengusulkan lebih tepatnya ajakan Muhammad bin Abdul Wahhab itu dinamai dengan nama dakwah Muhammadiyah, sebab nama pendirinya adalah Muhammad bukan Abdul Wahhab. Pendapat beliau didukung oleh Shaleh bin Fauzan.
Tuntutan Syeikh Fauzan dan Hamid al-Faqi sangatlah aneh dan ajaib. Hal ini disebabkan hanya karena satu alasan yang sederhana, yaitu bahwa kebanyakan madzhab-madzhab yang ada di kalangan umat muslim tidak di nisbatkan kepada nama pendirinya, akan tetapi di nisbatkan pada nama ayah atau kakek-kakek si pendiri.
Contohnya adalah Madzhab Hanbali, pendirinya adalah Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. Dan nama madzhabnya diambil dari nama kakeknya Imam ahmad, yakni Hanbal. Anehnya Syeikh Fauzan dan al-Faqi serta para penganut Wahhabi lainnya tidak sedikitpun memprotes penamaan tersebut. Bukankah seharusnya menjadi Madzhab Ahmadiyah dan bukan Madzhab Hanbali karena sang pendiri bernama Ahmad?
Begitu pula dengan madzab Syafi'i, bukankah seharusnya nama madzhabnya adalah madzhab Muhammadiyah juga dan bukan madzhab Syafi'i? Karena sang pendiri bernama Imam Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi'i. Lalu mengapa mereka, para Wahhabi itu tidak memprotesnya?
Begitu juga dengan madzab Hanafi, ia dinisbatkan kepada Abu hanifah, sementara Hanifah itu sendiri bukan nama pendirinya, nama pendirinya adalah Imam Nu'man bin Tsabit.
Anda (pembaca) tidak akan menemui sebuah madzhab yang dinamai dengan nama pendirinya kecuali sangat sedikit sekali, seperti madzhab Maliki yang dinisbatkan kepada Imam Malik bin Anas, madzhab Zaidiyah yang dinisbatkan kepada Imam Zaid bin 'ali bin Husein bin 'Ali bin Abi Thalib, atau madzhab Ja'fariyah yang dinisbatkan kepada Imam Ja'far in Muhammad bin 'Ali bin Husein bin 'Ali bin Abi Thalib.
Jadi singkatnya, mereka yang menisbatkan madzhab Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab dengan menyebut madzhab Wahhabi lebih dekat kepada kebenaran dibanding mereka yang menamakan para pengikut Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal dengan nama al-Hanabilah (bentuk jamak dari kata Hanbali).
Justru orang-orang wahhabilah yang paling gemar menyebut nama suatu madzhab dengan kesan mengejek, menghina atau mencaci madzhab atau aliran lain dalam agama Islam, seperti tuduhan Rafidhah, al-Jamiyyin, al-Baziyyin, al-Qutbiyyin, al-Bannaiyyin, al-Sururiyyin, dan lain-lain.
Faktanya, Shaleh ibnu Fauzan, yang keberatan dengan penggunaan istilah wahhabi, ternyata dengan serampangan menggunkan istilah Sururiyah bagi para pengikut Muhammad bin Surur bin Nayif bin Zainal Abidin. Mengapa ia tidak menamainya dengan nama Muhammadiyah juga mengingat pendiri kelompok itu bernama Surur dan bukan Muhammad.
Sumber : Abu Salafy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar