Kamis, 15 September 2011

Bambang Suwanda : Ksatria Silat Sunda Yang Dilupakan Negara

Mungkin anda pernah mendengar nama Mande Muda dengan figurnya yang terkenal (Alm) Herman Suwanda. Ya, Melalui tangan dingin Pak Hermanlah nama Silat Tradisional Sunda dikenal dan dimintai masyrakat Amerika dan Eropa pada dekade akhir 1970-an.

Pak Herman dalam menyebarkan Silat di negri para bule menggunakan modal sendiri tanpa bantuan sepeserpun dari pihak pemerintah Indonesia. Untuk komunikasi sulit, untuk makanpun apalagi, dengan penghasilan yang minim di negri bule, memaksa beliau bekerja keras mencurahkan segala pengetahuannya.

Selama menyebarkan Silat di negri bule, Pak Herman di bantu oleh adik sekaligus rekannya, yakni Kang Herlanbang Suwanda atau yang lebih dikenal dengan panggilan Bambang Suwanda.

Berdua beliau merantau di negri asing, menyambung hidup dengan cara mengajar Pencak Silat Sunda.

Sayangnya, pada tahun 2000 Pak Herman wafat bersama istri dan muridnya dalam kecelakaan kendaraan di Jerman. Semenjak nama Mande Muda memudar karena kehilangan figur sentralnya.

Namun, beberapa murid senior Pak Herman terus mencari Kang Bambang Suwanda yang sudah dianggap sebagai "The third grandmaster of Mande Muda". Dari Amerika mereka mencari waktu luang 1-2 minggu hanya untuk berlatih Silat bersama Kang Bambang di Indonesia.

Yah, dengan banyaknya murid-muridnya yang bule, dan dengan seringnya beliau ke luar negri kita mengira keidupan ekonomi beliau sangat luar biasa kaya. Namun faktanya tidaklah demikian.

Beliau tinggal di samping sebuah situ (Danau) bernama Sipatahunan di Bale Endah Bandung. Dengan 8 orang anak yang masih kecil-kecil dan harus dibiayai, beliau tinggal berjubel di sebuah rumah yang sangat jauh dikatakan untuk layak ditinggali.

Bayangkan, bagi seorang "living legend" tinggal di rumah yang toiletnya saja sudah rusak 3 tahun dan tidak ada biaya untuk memperbaikinya. Jika sedang "kebelet" terpaksa menimba air sumur yang jaraknya 50 meter dari rumahnya, lalu ke toilet umum yang lokasinya naik ke atas gunung berjarak kurang lebih 20 meter.

Begitu pula dengan perabotan rumah, tidak ada kursi atau meja. Jika ada tamu datang beliau mengamparkan tikar dan memberi suguhan air putih seadanya.

Penghasilan beliau hanya didapat dari Silat, yang tentunya sangat minim untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari. Meskipun demikian beliau selalu mensyukurinya, sebab selalu ada jalan untuk mendapatkan rezeki.

Berawal perkenalannya dengan seorang Kaskuser melalui media Facebook yang kemudian menjadi muridnya. Perlahan kehidupan kang Bambang mulai membaik. Banyak pecinta Silat Tradisional Indonesia yang mulai tertarik belajar kepada kang Bambang.

Belum lagi ditambah dengan undangan untuk mengajar ke luar negri yang semakin banyak, tapi ironisnya oknum-oknum di organisai resmi pemerintahan tidak bersedia membantu sepeser pun untuk sekedar memberikan "ongkos" jalan, Padahal beliau melakukan itu untuk nama Indonesia juga, agar budaya Indonesia khususnya Silat semakin dikenal dan alasannya pun macam-macam.

Sudah saatnya para oknum keparat pejabat pemerintahan di negriku yang tercinta ini memperhatikan anak bangsanya serta budayanya, jangan hanya bisa berkoar seperti burung beo.

Kamis, 04 Agustus 2011

Syiah Islam

Syiah Islam (Arab: شيعة, Syi ʿ ah) adalah denominasi terbesar kedua Islam, setelah Islam Sunni. "Syiah" adalah bentuk pendek dari kalimat bersejarah Syīatu 'Ali (شيعة علي), yang berarti "pengikut 'Ali", "faksi 'Ali", atau "partai 'Ali".

Seperti mazhab-mazhab dalam Islam lainnya, ajaran Syiah berdasarkan kitab suci Islam yakni Al-Quran dan pesan dari nabi terakhir Islam, yakni nabi Muhammad Saw. Berbeda dengan mazhab lainnya, Syiah meyakini bahwa hanya yang Maha Kuasa yang memiliki hak untuk memilih wakil-Nya untuk melindungi Islam, Quran dan Syariah (berdasarkan ayat-ayat dalam Quran yang menetapkan ini menurut Syiah).

Syiah percaya bahwa ayat-ayat Al-Qur'an menjelaskan bahwa hanya Allah yang berhak memilih wakil-Nya di Bumi, sehingga tidak ada orang lain memiliki pilihan dalam hal ini. Ini berarti bahwa wakil-wakil Allah seperti nabi dan imam tidak dapat dipilih oleh umat Islam umum, itulah sebabnya mengapa Syiah tidak mengakui pemilihan dan pemilihan Abu Bakar, Umar dan Utsman oleh rakyat, untuk mewakili Islam dan Quran. Jadi Syiah tidak menganggap 'Ali sebagai khalifah keempat, tapi sebagai "Imam" pertama. Syiah percaya bahwa ada banyak riwayat-riwayat di mana nabi memilih 'Ali sebagai penggantinya.

Syiah percaya bahwa keluarga nabi Muhammad Saw, yakni Ahl al-Bayt, dan individu-individu tertentu di antara keturunannya, yang dikenal sebagai imam maksum, memiliki otoritas spiritual dan politik khusus dari masyarakat dan mereka memperoleh otoritas ini sejak Allah memberikan kepada mereka dengan cara yang sama saat Tuhan memilih Adam, Nuh, Abraham, Musa, Daud, Yesus dan nabi serta imam-imam keturunan nabi Ibraham as dan dari antara Bani Israel serta raja-raja, seperti Raja Saul.

Ya, Allah pun memilih Imam. Di Al-Quran dijelaskan permintaan nabi Musa as untuk mengangkat nabi Harun as sebagai wakilnya dan penggantinya, dan juga dijelaskan pengangkatan para Imam. Al-Quran hanya menjelaskan secara garis besarnya saja, namun dalam perjanjian lama tertulis dengan detil bagaimana proses pengangkatan 12 imam bani israil dengan nabi Harun as sebagai imam tertinggi.

Muslim Syiah lebih percaya bahwa Ali, nabi sepupu Muhammad sekaligus menantunya, adalah Imam yang pertama dari Dua Belas Imam dan merupakan penerus yang sah dari nabi Muhammad dan dengan demikian menolak legitimasi dari tiga khalifah pertama.

Cucu Nabi Muhammad, Hasan bin Ali dan Husain bin Ali disepakati oleh semua umat Islam untuk menjadi "pemimpin dari semua pemuda di surga." Syiah juga percaya bahwa anak Imam Ali adalah pemimpin sejati dan khalifah kaum Muslim.

Syiah menganggap Ali sebagai sosok yang paling penting kedua setelah Nabi Muhammad. Menurut mereka, Nabi Muhammad dalam berbagai kesempatan kesempatan selama hidupnya selalu berpesan bahwa Ali harus menjadi pemimpin umat Islam setelah kematiannya.

Menurut pandangan ini, Ali sebagai penerus Muhammad tidak hanya memerintah atas masyarakat dalam keadilan, tetapi juga menafsirkan Hukum Syariah dan makna esoteris nya. Sebab, ia dianggap sebagai bebas dari kesalahan dan dosa (maksum), dan diangkat oleh Tuhan dengan keputusan ilahi (Nass) untuk menjadi Imam pertama.

Ali dikenal sebagai "manusia sempurna" (al-insan al-kamil) mirip dengan Muhammad menurut sudut pandang Syiah. Sebagaimana hasilnya, Syiah hanya menarasikan hadits-hadits yang berasal dari ahlul bait saja, berbeda dengan mayoritas islam sunni yang menarasikan hadits dari jalur para sahabat nabi. Jadi penafsiran Quran dan Hadis dan perbedaan dalam periwayatan hadis adalah perbedaan utama dari Syiah.

=============
ETIMOLOGI
=============
Kata "Syiah" berarti pengikut 'ALi, dan merupakan bentuk pendek dari kalimat bersejarah Syīatu Ali (شيعة علي), yang berarti "pengikut Ali", "faksi Ali", atau "partai Ali". istilah ini secara luas muncul di Hadis dan diulangi empat kali dalam Qur'an, sebagai contoh dalam surat ke 37 ayat 83 yang menyebutkan bahwa nabi Ibrahim as sebagai seorang Syiah (pengikut) nabi Nuh as.

=============
DOKTRIN
=============
Posisi dan keutamaan Ali didukung oleh berbagai Hadis, termasuk Hadis Ghadir Khum, hadis Tsaqalain, Hadis pena dan kertas, Hadis undangan untuk keluarga terdekat, dan Hadis Dua Belas Imam. Secara khusus, Hadits Jubah (al-Kisa) sering dikutip untuk menggambarkan perasaan nabi Muhammad Saw terhadap Ali dan keluarganya dengan baik dan diakui oleh ulama Sunni maupun Syiah. Oleh karena itu, Syiah percaya bahwa hadis-hadis Nabi yang bersumber dari keluarganya lebih dominan dan dapat dipercaya daripada sumber-sumber lain.

Meskipun terdapat beberapa cabang Syiah sepanjang sejarah, saat ini Syiah Islam dibagi menjadi tiga cabang utama. Mazhab Syiah terbesar di awal abad 21 adalah Ithna ʿ Ashariyyah, sering disebut dalam bahasa Inggris sebagai Twelvers (12 Imam), sementara cabang-cabang yang lebih kecil termasuk Ismailiyah dan Zaidi, yang tidak meyakini garis keturunan Dua Belas Imam dan keyakinannya. Penganut mazhab syiah 12 imam adalah penganut mayoritas di Iran, Azerbaijan, Bahrain, dan Irak.

Zaidiyyah berkembang di Yaman. Negara-negara lain dengan proporsi yang signifikan dari Syiah adalah Suriah, Libanon, Kuwait, Pakistan, India, Afghanistan, Arab Saudi, selatan Turki.

Keyakinan Syiah Islam sangat luas dan inklusif dari berbagai kelompok. Secara teologi, dan praktek agama seperti sholat sedikit berbeda dari Sunni. Sementara semua umat Islam Shalat 5 kali dalam 5 waktu dalam sehari, Syiah memiliki pilihan untuk selalu menggabungkan Dhuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan Isya, karena ada dalil dari Quran mengenai 3 waktu shalat. Dengan kata lain, Syiah tetap shalat 5 kali sehari hanya saja dalam 3 waktu. Sedangkan Kaum Sunni cenderung untuk menggabungkan shalat hanya dalam kondisi tertentu.

Selasa, 24 Mei 2011

Ilmu Ghaib (Pengetahuan tentang sesuatu yang tidak terlihat)

1. APA ITU ILMU PENGETAHUAN?

Pepatah mengatakan : Pengetahuan adalah kekuatan, kekuatan yang sangat hebat dengan potensi luar biasa dan kemampuan tak terduga. Alquran sebagai kitab final ilahiat memerintahkan manusia untuk menuntut ilmu pengetahuan, agar kehidupan manusia selamat di dunia dan akherat.

Dalam surat Al-Alaq 4-5 dikatkan dengan jelas bahwa "...Dia yang mengajarkan dengan kalam, Mengajari manusia apa-apa yang dia tidak tahu".

Hal ini jelas, bahwa Tuhan memberikan pengetahuan-Nya kepada manusia tanpa membedakan jenis pengetahuan itu, baik itu ilmu hadir atau ilmu ghaib.

Di tempat lain, Al-Quran menyatakan : "...dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."

Masih banyak bukti ayat-ayat lainnya yang menuntut manusia untuk mencari pengetahuan.

Imam 'Ali bin ABi Thalib as berkata : "Derajat manusia dicapai melalui pembelajaran."

Bahkan Allah pun telah memberikan pengetahuan pada hamba-hamba-Nya yang bukan Nabi, sebagai contoh adalah Thalut (as) dalam suarat al-abqarah ayat 247 dan kepada para malaikat dalam surat al-baqarah ayat 31.

2. DUA KATEGORI PENGETAHUAN

Pengetahuan dibagi menjadi dua, yakni pengetahuan yang tampak (ilmu hadir) dan pengetahuan tentang sesuatu yang tersembunyi (ilmu ghaib).

Pengetahuan yang tampak (ilmu hadir) diajarkan di sekolah-sekolah, pesantren, madrasah, universitas, tempat kursus dan tempat-tempat lainnya. Sedangkan pengetahuan yang tidak tampak tidak diajarkan pada lembaga-lembaga resmi tersebut, pengetahuan yang tidak di ajarkan oleh seseorang yg bergelar profesor sekalipun.

Nah pengetahuan itulah yang dikenal dengan nama ilmu ghaib atau pengetahuan tentang sesuatu yang tidak terlihat, seperti dalam suarat al-kahfi ayat 65 yang menceritakan awal-mula bertemunya nabi musa as dgn nabi khidir as yang mengajarkannya pengetahuan tentang masalah yang ghaib : "Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami".

Bahkan dalam surat al-Baqarah ayat 8 menyatakan bahwa meyakini sesuatu yang ghaib meupakan salah satu bukti pengejawantahan keimanan seseorang.

Selasa, 17 Mei 2011

Balada Ujang dan Asep : Doa tidak dikabulkan

Suatu hari Ujang dalam keadaan marah-marah dan setengah mabuk datang ke mesjid menemui merbot mesjid.

"Assalammualaikum" ucap Ujang kepada merbot mesjid yang dijawab "wa alaikum salam, tumben jang datang ke mesjid? Ada perlu apa?"

Ujang : Gini bot, gue mau nanya?
Merbot : tanya apa?
Ujang : Apa benar Tuhan itu Maha Rohman dan Maha Rohim?
Merbot : Maksudnya Maha Asih dan Maha Penyayang? Bener
Ujang : Apa benar jika kita berdoa, Tuhan akan mengabulkan cepat atau lambat?
Merbot : Benar
Ujang : Ah...Gua ga percaya!
Merbot : Aduh istighfar jang, emangnya kenapa kamu bisa ga percaya?
Ujang : Sebab doa gua dari kemarin lusa ga dikabulkan
Merbot : Emangnya kamu minta apa pada Tuhan?
Ujang : GUA PENGEN BISA MUNTAH! Kepala gua sampe pusing gara-gara mabuk dari kemarin ga keluar-keluar!

Balada Ujang dan Asep : Bulan dan Matahari

Suatu hari, tepat tengah hari Ujang dan Asep dalam keadaan mabuk berat jalan-jalan ke kampung sebelah. Si Ujang lalu memberitahu tahu Asep.

Ujang : Sep, coba lihat ke atas, itu bulan cahayanya kok terang banget?

Asep : Itu bukan bulan, itu matahari

Ujang : Lu mah goblg, jelas-jelas itu bulan

Asep : Lu yang goblog, jelas-jelas itu matahari

Mereka pun bertengkar dan hampir saja berkelahi, tiba-tiba seornag pemuda lewat

Ujang : Nah, itu ada orang. Ayo kita tanya, itu bulan atau matahari. Yang salah harus makan tahi kotok

Asep : Setuju

Ujang dan Asep kemudian menghampiri pemuda tersebut

Asep : Maaf mas, mau tanya.

Pemuda : Iya, tanya saja

Asep : Kalau yang di atas itu bulan atau matahari ya?

Si pemuda itu pun kemudian melihat ke atas

Pemuda : aduh maaf mas, saya mah orang baru disini jadi ga tahu.

Balada Ujang dan Asep : Tahi Kotok

Tersebutlah dua orang pemuda bernama Ujang dan Asep, mereka dikenal sebagai pemuda yang senang mabuk-mabukkan. Suatu hari, di siang hari bolong ujang dan asep berjalan sambil mabuk berat melewati kebun.

Tidak sengaja, mata Ujang memandang pada cairan hitam kecoklat-coklatan. Karena penasaran, dia pun lalu berjongkok. Asep yang merasa heran juga ikut-ikutan jongkok.

Asep : Kenapa Jang?
Ujang : Gua penasaran euy
Asep : Penasaran kenapa?
Ujang : Coba lu lihat deh, menurut lu ini tahi kotok apa bukan?
Asep : (sambil melihat) Aah...masa sih. Bukan ah, masa begitu warnanya?
Ujang : Menurut gua ini tahi kotok, tapi gua ga yakin
Asep : Kita tes aja
Ujang : Bener juga, tapi gimana caranya?
Asep : Coba di toel aja

Ujang lalu menoel tahi itu

Ujang :Iya, empuk nih sama seperti tahi kotok, tapi masih ga yakin
Asep : Ah...masa iya? Coba sekarang cium baunya

Ujang lalu mencium baunya

Ujang :mmmhh...Bau banget! Mirip bau tahi kotok, tapi masih belum yakin
Asep : Kalau begitu, coba rasain aja
Ujang : Rasain?
Asep : Iya, rasain aja.
Ujang : Kalau begitu gue coba rasain

Ujang pun lalu menjilat tahi kotok tersebut

Asep : Gimana rasanya?
Ujang : Pahit banget, ini sih sudah pasti tahi kotok!
Asep : Masa sih? Coba gua cobain

Asep pun lalu ikutan-ikutan mencoba

Asep : Pffffft! Pahit banet, ini sih tahi kotok
Ujang : Iya, ini sih bener tahi kotok, UNTUNG TADI GA KEINJEK YA?
Asep : Iya, untung banget ya

Sabtu, 19 Maret 2011

APAKAH PARA IMAM MENDAPATKAN ILHAM?

Menurut Al-Quran, berkomunikasi dengan malaikat bukanlah sesuatu yang khusus bagi para Nabi dan Rasul. Allah Swt menyebutkan dalam Al-Quran bahwa Maryam (ibunda Nabi Isa as) berkomunikasi dengan malaikat, dan malaikat berbicara dengan Saidah Maryam as. Lihatlah Al-Quran mengenai percakapan Bunda Saidah Maryam as dan para malaikat :

وَإِذْ قَالَتِ الْمَلاَئِكَةُ يَا مَرْيَمُ إِنَّ اللّهَ اصْطَفَاكِ وَطَهَّرَكِ وَاصْطَفَاكِ عَلَى نِسَاء الْعَالَمِينَ

Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril)berkata: "Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengankamu). (QS ALI-IMRAN 42)

يَا مَرْيَمُ اقْنُتِي لِرَبِّكِ وَاسْجُدِي وَارْكَعِي مَعَ الرَّاكِعِينَ

Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk. (QS ALI-IMRAN 43)

ذَلِكَ مِنْ أَنبَاء الْغَيْبِ نُوحِيهِ إِلَيكَ وَمَا كُنتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يُلْقُون أَقْلاَمَهُمْ أَيُّهُمْ يَكْفُلُ مَرْيَمَ وَمَا كُنتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يَخْتَصِمُونَ

Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita gaib yang Kami wahyukan kepada kamu (ya Muhammad); padahal kamu tidak hadir beserta mereka,ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka(untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa. ((QS ALI-IMRAN 44)

إِذْ قَالَتِ الْمَلآئِكَةُ يَا مَرْيَمُ إِنَّ اللّهَ يُبَشِّرُكِ بِكَلِمَةٍ مِّنْهُ اسْمُهُ الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ وَجِيهًا فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمِنَ الْمُقَرَّبِينَ

(Ingatlah), ketika Malaikat berkata: "Hai Maryam, sesungguhnya Allah menggembirakan kamu(dengan kelahiran seorang putra yang di ciptakan)dengan kalimat (yang datang) daripada-Nya, namanya Al-Masih Isa putra Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah), (QS ALI-IMRAN 45)

وَيُكَلِّمُ النَّاسَ فِي الْمَهْدِ وَكَهْلاً وَمِنَ الصَّالِحِينَ

dan dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa dan dia termasuk di antara orang-orang yang saleh." (QS ALI-IMRAN 46)

قَالَتْ رَبِّ أَنَّى يَكُونُ لِي وَلَدٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ قَالَ كَذَلِكِ اللّهُ يَخْلُقُ مَا يَشَاء إِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُن فَيَكُونُ

Maryam berkata: "Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-laki pun." Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril): "Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: "Jadilah", lalu jadilah dia. (QS ALI-IMRAN 47)

Ada sebuah percakapan yang lengkap antara Saidah Maryam as dan malaikat. Lihatlah beberapa ayat sebelumnya dan sesudahnya dari ayat di atas! Saidah Maryam as bukanlah seorang Nabi atau Rasul dan beliau termasuk wanita yang disucikan oleh Allah seperti yang tercantum pada ayat ke 42 surat di atas. Tetapi, ia dapat berkomunikasi dengan, malaikat. Namun demikian, komunikasi antara Saidah Maryam as dengan malaikat tidak berkaitan dengan syariat agama. Percapakannya tidak ada sangkut paut dengan praktik agama. Tetapi lebih berupa berita tentang apa yang akan terjadi, dan perintah yang harus dilakukan.

Selain itu ada bukti lain dalam Al-Quran yang menceritakan istri Nabi Ibrahim as berkomunikasi dengan malaikat yang membawakannya beita gembira bahwa ia akan mengandung Nabi Ishaq as.

وَلَقَدْ جَاءتْ رُسُلُنَا إِبْرَاهِيمَ بِالْبُشْرَى قَالُواْ سَلاَمًا قَالَ سَلاَمٌ فَمَا لَبِثَ أَن جَاء بِعِجْلٍ حَنِيذٍ
فَلَمَّا رَأَى أَيْدِيَهُمْ لاَ تَصِلُ إِلَيْهِ نَكِرَهُمْ وَأَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيفَةً قَالُواْ لاَ تَخَفْ إِنَّا أُرْسِلْنَا إِلَى قَوْمِ لُوطٍ
وَامْرَأَتُهُ قَآئِمَةٌ فَضَحِكَتْ فَبَشَّرْنَاهَا بِإِسْحَقَ وَمِن وَرَاء إِسْحَقَ يَعْقُوبَ
قَالَتْ يَا وَيْلَتَى أَأَلِدُ وَأَنَاْ عَجُوزٌ وَهَذَا بَعْلِي شَيْخًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عَجِيبٌ
قَالُواْ أَتَعْجَبِينَ مِنْ أَمْرِ اللّهِ رَحْمَتُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ إِنَّهُ حَمِيدٌ مَّجِيدٌ


Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami(malaikat-malaikat) telah datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan:"Salaman" (Selamat). Ibrahim menjawab: "Salamun"(Selamatlah), maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang.

Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka,dan merasa takut kepada mereka. Malaikat itu berkata:"Jangan kamu takut, sesungguhnya kami adalah(malaikat-malaikat) yang diutus kepada kaum Lut."

Dan istrinya berdiri (di balik tirai) lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir putranya) Yakub.

Istrinya berkata: "Sungguh mengherankan,apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan yang sudah tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh.

Para malaikat itu berkata: "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah?(Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah."
(QS HUD 69-73)

Bahkan saudara kita dari Ahlulsunnah menyatakan bahwa Imran bin Khuza'i yang merupakan salah satu sahabat Nabi saw dikunjungi oleh malaikat bahkan menyapa mereka, berjabatan tangan dan memandang mereka. Ia hanya ditinggalkan oleh mereka sesaat setelah para malaikat kembali hingga wafatnya.

(Referensi hadis Ahlulsunnah : Shahih Muslim, jilid 4, hal.47-48; Tafsir Shahih Muslim, Nabawi, jilid 8, hal 206 dan oleh Abi dan Sanusi, jilid 3, hal.361; Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 4, hal 427-428; Sunan, Darimi, jilid 2, hal 305; Al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal 472; Tabaqat, Ibnu Sa'd, jilid 7 bag 1, hal 6; Al-Isti'ab, Ibnu Abdul Barr, jilid 3 hal 1208; Usd al-Ghabah, Ibnu Atsir, jilid 4, hal 138; Jami' al-Ushul, Ibnu Atsir, jilid 7, hal 551; Al-Ishabah, Ibnu Hajar Asqalani, Jilid 3, hal 26-27; Tahdzib at-Tahdzib, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 8, hal 126; Fath al-Bari, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 12, hal 261; Syarh al-Mawahib, Qastalani, jilid 7, hal 133)

Tidak ada keraguan bahwa Imam 'Ali as adalah Muhaddats yang artinya "Seseorang yang telah di ajak bicara". Tidak hanya Imam 'Ali as, tetapi semua Imam dua belas as, demikian juga dengan Saidah Fathimah Az-Zahra as.

Berdasarkan hadis Ahlulsunnah yang shahih, diriwayatkan Abu Hurairah dan Aisyah ra bahwa Nabi Muhammad saw bersabda :

"Di antara umat sebelum kamu terdapat orang-orang yang menjadi muhaddatsun (orang yang dapat mengetahui sesuatu akan terjadi dengan benar, seperti orang-orang yang telah diberi ilham oleh kekuatan Ilahi), dan apabila ada orang-orang seperti itu di antara pengikutku, mereka adalah...."

(Referensi hadis Ahlulsunnah : Shahih Bukhari, hadis 4.675 versi bahasa arab-inggris)

Dalam Shahih Bukhari, diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Di antara bangsa-bangsa sebelummu ada orang-orang yang sering di beri ilham (meskipun mereka bukanlah para Nabi). Dan apabila terdapat orang-orang seperti itu, di antara pengikutku, mereka adalah...."

(Referensi hadis Ahlulsunnah : Shahih Bukhari, hadis 5.38 versi bahasa arab-inggris)

Di riwayatkan oleh Abu Hurairah, Nabi Muhammad saw bersabda, "Di antara bangsa Israil yang hidup sebelum kalian, ada orang-orang yang sering mendapat ilham melalui petunjuk, meskipun mereka bukan para Nabi, dan apabila terdapat orang-orang seperti itu, di antara pengikutku, mereka adalah...."

Selain itu diriwayatkan Nabi Muhammad saw bersabda, "Sesungguhnya di antara bangsa-bangsa yang hidup sebelum kalian terdapat orang-orang muhaddatsun dan apabila ada salahs eorang di antara pengikutku, ia adalah...."

Nabi Muhammad saw juga bersabda, "Sesungguhnya di antara bani Israil sebelum kalian terdapat orang-orang yang di ajak berbicara (Rijalun Yukallamun) dan mereka bukan para Rasul dam apabila ada salah satu di antara umatku, ia adalah..."

(catatan : Kami sengaja menghilangkan nama-nama sahabat Nabi Muhammad saw pada hadis di atas karena ke-muhaddasannya tidak diyakini umat Syi'ah. Mengenai pendapat Syi'ah, lihat pada Al-Ghadir, AMini, jilid 5, hal.42-54, jilid 8, hal.90-91. Di sebutkan bahwa menurut penafsiran Ahlulsunnah di atas, Muhaddats disini berarti seseoang yang di beri bisikan ghaib dari Allah, bertemu malaikat, bekomunikasi dengan mereka dan diberitahu tentang berita-berata Ghaib (Jangan samakan dengan ilmu Ghaib yang hanya dimiliki Allah) Mengenai hal-hal yang terjadi saat ini dan yang akan datang, dan para sahabat yang disebutkan pada hadis tersebut memiliki atribut-atribut ini!)

Kesimpulannya adalah bahwa eksistensi Muhaddatsun (orang-orang yang di ajak berkomunikasi) merupakan suatu hal yang dibenarkan oleh semua umat Islam dan bahwa hal ini bukan sesuatu yang bertentangan dengan ajaran dasar agama Islam. Catatan saudara kita dari Ahlulsunnah di atas juga membenarkan bahwa Muhaddatsun bukanlah para Nabi dan juga mereka tidak membawa syariat (aturan Ilahi) dari Allah Swt kepada umat.

Berikut ini definisi Nabi, Rasul dan Imam. Nabi adalah orang yang menerima syariat. Syariat disini berkaitan dnegan keyakinan (aqaid) atau dengan aktivitas praktis (ibadah). Syariat meliputi urusan kehidupan Nabi dan juga umatnya atau keduanya. Ini adalah definisi dasar dari Nabi, meskipun seorang Nabi juga mungkin diberitahu hal lain. Turunnya syariat ini dapat langsung atau melalui perantara sepeprti malaikat.

Rasul adalah Nabi yang menerima syariat yang berkaitan dengan dirinya dan orang lain selain dirinya. Sedangkan Imam adalah orang yang ditunjuk oelh Allah Swt sebagai pemimpin dan sebagai petunjuk yang kepadanya ketaatan harus kita berikan dan orang-orang harus mengikutinya, kita perhatikan firman Allah berikut:

وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَإِقَامَ الصَّلَاةِ وَإِيتَاء الزَّكَاةِ وَكَانُوا لَنَا عَابِدِينَ

Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin (aimmah) yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang,menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami lah merekaselalu menyembah,

Rasul adalah pembawa peringatan dan Imam adalah penunjuk jalan atau cahaya petunjuk, kita simak firman Allah berikut ini:

وَيَقُولُ الَّذِينَ كَفَرُواْ لَوْلآ أُنزِلَ عَلَيْهِ آيَةٌ مِّن رَّبِّهِ إِنَّمَا أَنتَ مُنذِرٌ وَلِكُلِّ قَوْمٍ هَادٍ


Orang-orang yang kafir berkata: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu tanda(kebesaran) dari Tuhannya?" Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan; dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yang memberi petunjuk. (QS AR-RA'D : 7)

وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ النُّجُومَ لِتَهْتَدُواْ بِهَا فِي ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ قَدْ فَصَّلْنَا الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami) kepada orang-orang yang mengetahui. (QS AL-AN'AM : 97)

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ

Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin (aimmah)yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami. (QS AS-SAJDAH : 24)

Selain itu ada bukti bahwa Ibu Nabi Musa as justru menerima wahyu dan bukan ilham, berikut firman Allah dalam Al-Quran :

وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيهِ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ وَلَا تَخَافِي وَلَا تَحْزَنِي إِنَّا رَادُّوهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِينَ

Dan Kami wahyukan kepada ibu Musa; "Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul. (QS AL-QASAS : 7)

Perhatikanlah teks dalam bahasa arabnya, Alquran menggunakan kata "Wahy" bukan "Ilham", tapi entah mengapa dalam terjemahan versi Depag RI dan terjemahan inggris Yusuf Ali Wahy diterjemahkan menjadi Ilham, Wahy adalah Revelation dan Ilham adalah Inspiration, itu adalah dua hal yang berbeda, bukankah itu sudah menyalahi tata bahasa arab yang sebenarnya?

Terdapat bukti lagi dalam Shahih Bukhari hadis 5.739 bahwa Saidah Fathimah pun berkomunikasi dengan malaikat Jibril as :

"...Wahai Ayah! Kami menyampaikan berita ini (kematianmu) kepada Jibril.'..."

Perhatikan bahwa Saidah Fathimah as menyampaikan berita syahidnya Nabi Muhammad saw kepada malaikat Jibril as.

Dalam hadis Ahlulsunnah lainnya dikatakan bahwa malaikat Jibril as sering mengunjungi (bertamu) Imam Hasan as bin Imam 'Ali bin Abi Thalib as. Di riwayatkan bahwa Imam Hasan Bin 'Ali menyatakan ucapan di bawah ini dalam sebuah khutbah yang ia sampaikan ketika Imam 'Ali Syahid, "Aku berasal dari keluarga Ahlulbait. Keluarga yang malaikat Jibril sering mendatangi kami dan pergi ke surga setelah menemui kami."

(referensi hadis Ahlulsunnah : Ibnu Asakir, sebagaimana yang dikutip dalam tafsir Ad-Durr al-Mantsur)

Ketika Imam Hasan menggunakan istilah "Kami", artinya bahwa bukan hanya Nabi Muhammad saw saja yang sering di datangi malaikat Jibril as. Tentu saja malaikat Jibril as tidak menyampaikan sesuatu dari Al-Quran kepada Imam Hasan. Tetapi hadis Ahlulsunnah di atas menunjukkan bahwa mereka dapat berkomunikasi dengan malaikat Jibril as.

Kamis, 17 Maret 2011

Apakah istri-istri Nabi Muhammad (saw) termasuk ahlul baitnya?

Salah satu alasan saudara kita dari sunni memasukkan Aisyah ke dalam anggota halul bait dikarenakan dia bergelar Ummahatul Mukminin. Namun, mari kita renungkan fakta-fakta berikut ini.

Dalam Shahih Muslim bab keutamaan sahabat, bagian keutamaan 'Ali, edisi 1980 terbitan arab Saudi, versi Arab, jilid 4, halaman 1874 hadis ke 37 Ibnu Hayyan meriwayatkan :

"Kami pergi ke zaid bin Arqam dan berkata kepadanya, 'Kamu telah menemukan kebaikan (sebab kamu memiliki kemuliaan) karena dapat hidup di kalangan sahabat-sahabat Nabi Muhammad saw dan melaksanakan shalat bersama-sama dengan beliau,' (dan bunyi hadis selajutnya sama dengan 3 hadis sebelumnya), tetapi Nabi Muhammad saw berkata, 'Camkanlah! Aku meninggalkan bersama kalian dua barang / perkara yang berat, salah satunya adalah Kitabullah...,' (dan dalam hadis ini kami temukan kata-kata) 'Kami berkata. 'Siapakah Ahlulbait beliau tersebut (yang dimaksudkan oleh Nabi Muhammad saw)? Apakah mereka adalah istri-istri beliau?' Atas pertanyaan tersebut Zaid berkata, 'Tidak, demi Allah! Seorang perempuan hidup bersama dengan seorang pria (sebagai istrinya) untuk sementara waktu. Dia (pria) kemudian (dapat) menceraikannya dan dia (perempuan itu) kemabli kepada orangtua dan kaumnya. Ahlulbait Nabi Muhammad saw adalah garis darah dan keturunan beliau (orang-orang yang berasal dari keturunan beliau) yang dilarang menerima sedekah.'"

Masih dalam Shahih Muslim, bab keutamaan sahabat, bagian keutamaan 'Ali, edisi 1980 terbitan Arab Saudi, versi Arab, jilid 4, halaman 1873, hadis ke 36, Muslim melaporkan bahwa Zaid bin Arqam berkata :

"Aku telah menua dan telah melupakan beberapa hal yang telah aku ingat dalam hubungannya dengan Rasulullah saw. Jadi, terimalah apa saja yang aku riwayatkan padamu, dan terhadap apa yang tidak aku riwayatkan! Janganlah memaksaku untuk melakukannya!"

Zaid kemudian berkata, "Suatu hari Rasulullah saw berdiri dan berkhutbah di sebuah telaga yang dikenal sebagai Khum yang terletak di antara Mekkah dan Madinah. Beliau memuji Allah, mensucikan-Nya, dan berkhutbah dan mendesak kita seraya mengatakan, 'Kini sampai ke tujuan kita, wahai manusia! Aku adalah seorang manusia. Aku hampir kedatangan menerima kedatangan utusan Tuhanku dan aku harus menjawab panggilan itu. Tetapi aku meninggalkan bersama kalian dua barang yang berat. Salah satunya adalah Kitabullah....Yang kedua adalah anggota rumah tanggaku (Ahlulbait). Demi Allah, aku mengingatkan kalian (akan tugas kalian) terhadap Ahllbaitku! (beliau mengucapkannya tiga kali)'"

Dia (Husein bin Sabra) bertanya kepada Zaid, "Siapakah anggota Ahlulbait beliau? Bukankah istri-istri beliau termasuk Ahlulbait?" Zaid menjawab, "Istri-istri beliau termasuk Ahlulbait, tetapi 'Ahlul' disini adalah orang-orang yang dilarang menerima zakat.'

Dia (Husein bin Sabra) bertanya kembali , 'Siapakah mereka?' Dia kemudian menjawab, 'Ali dan keturunannya, Aqil dan keturunannya, dan keturunan Ja'far dan keturunan Abbas.'
"

Terlihat bahwa pada kalimat hadis yang saya bold bukan kata-kata Nabi Muhammad saw, itu hanyalah pendapat pribadi Zaid bin Arqam. Berlawanan dengan hadis sebelumnya, disini Zaid menyatakan bahwa 'Istri-istri Nabi adalah termasuk diantara Ahlulbait beliau tetapi Ahlulbait di sini adalah (orang-orang yang dilarang menerima zakat)...'Ali dan keturunannya,...dan keturunan abbas.'

Yang jadi pertanyaan adalah : Haruskah kita mengikuti perkataan Nabi Muhammad saw yang menyebutkan dengan rinci siapakah Ahlulbait beliau, atau kita mesti menerima pendapat salah seorang sahabat yang dalam kasus ini, bertentangan dengan pendapat Nabi Muhammad saw?

Di samping itu, sejarah telah mengatakan kepada kita bahwa terdapat banyak tiran / diktator di antara Abbasiyah (keturunan Abbas). Dapatkah kita menaati mereka dan mencintai mereka? Padahal Allah Swt berfirman dalam Quran, Dan janganlah kamu menaati orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka (QS Al-Insan 24).

Apakah para tiran dari kalangan Abbasiyah adalah termasuk Ahlulbait yang diletakkan oleh Rasulullah berdampingan dengan Quran sebagai salah satu dari dua barang berharga yang beliau tinggalkan untuk umat beliau agar mereka menaatinya setelah beliau?

Hal ini menunjukkan bahwa Ahlulbait adalah orang-oang yang khusus dan tidak termasuk di dalamnya kerabat-kerabat Nabi Muhammad saw. Secara kebahasaan, kata 'Ahlulbait' sama seklai tidak mengandung makna kerabat. Kata ini secara kebahasaan berarti orang yang muncul dari darah beliau sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadis Zaid bin Arqam yang pertama. Jadi, bahkan istri-istri Nabi tidak termasuk ke dalam Ahlulbait.

Ketika Nabi dengan jelas tidak memasukkan istri-istri beliau ke dalam Ahlulbait, seperti Aisyah, Ummu Salamah dan Shafiyah juga menegaskan kenyataan ini, dan ketika Zaid bersumpah demi Allah bahwa istri-istri Nabi tidak termasuk ke dalam Ahlulbait , maka tidak ada pilihan lain kecuali menerima kenyataan bahwa istri-istri Rasulullah bukan termasuk anggota Ahlulbait.

Kini kita fokuskan pandangan kalimat terakhir dari hadis Zaid bin Arqam yang pertama : 'Seorang perempuan hidup bersama dengan seorang pria (sebagai istrinya) untuk sementara waktu. Dia (pria) kemudian (dapat) menceraikannya dan dia (perempuan itu) kemabli kepada orangtua dan kaumnya. Ahlulbait Nabi Muhammad saw adalah garis darah dan keturunan beliau (orang-orang yang berasal dari keturunan beliau) yang dilarang menerima sedekah.'

Ini adalah penalaran yang tepat. Hubungan pernikahan antara seorang pria dan perempuan tidak pernah dianggap sebagai permanen. Hubungan itu hanyalah hubungan yang kondisional dan dapat putus setiap saat, sebab seorang istri dapat diceraikan.

Kenyataan bahkan menunjukkan bahwa dua istri Nabi yaitu Aisyah bin Abu Bakar dan Hafshah binti Umar bin Khattab pernah di ancam untuk diceraikan dari Nabi oleh Quran, disebabkan oleh sebuah berita rahasia yang mereka ceritakan kepada orangtua mereka.

Sudah umum diketahui bahwa ayat-ayat berikut ini adalah diturunkan berkenaan tentang perilaku buruk Aisyah dan Hafshah :

Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang isterinya (Hafsah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafsah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu (pembicaraan Hafsah dan Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafsah). Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan Aisyah) lalu (Hafsah) bertanya: "Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?" Nabi menjawab: "Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS At-Tahrim 3)

Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula. (QS At-Tahrim 4)

Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan isteri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan. (QS At-Tahrim 5)

Ingat! yang mengecam aisyah dan Hafshah adalah Allah Swt sendiri melalui firman-Nya.

========================================================
PENJELASAN SHAHIH BUKHARI ATAS SURAT AT-TAHRIM AYAT 5
========================================================

Pada jilid 6 kitan shahih bukhari edisi arab-inggris, di bab yang berjudul Boleh jadi, jika dia menceraikan kalian, Tuhannya akan..." (At-Tahrim 5), dapat ditemukan hadis-hadis sebagai berikut :

Diriwayatkan dari Umar bin Khattab, "Istri-istri Nabi karena kecemburuan mereka, saling membantu untuk melawan Nabi, sehingga aku berkata kepada mereka, 'Boleh jadi, jika dia menceraikan kalian, Allah akan memberikannya istri-istri pengganti yang lebih baik dari kalian!' Maka dmeikianlah ayat ini (QS 66:5) di turunkan." (Shahih Bukhari, hadis 6.438, jilid 6, hadis ke 438)

Di riwayatkan dari Ibnu Abbas, "Saya bermaksud bertanya kepada Umar, maka saya katakan, 'Siapakah dua orang perempuan yang mencoba saling membantu dalam menentang Rasulullah?' saya berkata, 'Mereka adalah aisyah dan Hafshah'." (Shahih Bukhari hadis 6.436)

Jika Allah smapai mengancam kedua istri Nabi itu dengan perceraian disebabkan mereka saling membantu dalam menentang Nabi, lalu bagaimana bisa kita menyatakan bahwa mereka adalh suci dan bebas dari dosa (maksum)? Lagipula, hadis beriut ini menegaskan bahwa Nabi Muhammad saw meninggalkan Aisyah dan Hafshah selama sebulan penuh sebagai hukuman atas terbongkarnya berita rahasia tersebut :

Di riwayatkan dari Ibnu Abbas: "Saya ingin sekali bertanya kepada Umar bin Khattab tentang dua perempuan di antara istri-istru Nabi yang tentang mereka Allah berfirman, Jika kalian berdua bertobat kepada Allah, maka hati kalian memang telah condong...(QS 66:4), hingga Umar melaksanakan Haji, dan saya juga melaksanakan Haji bersamanya....Lalu saya berkata kepadanya, 'Wahai Amirul Mukminin! Siapakah dua orang perempuan di antara istri-istri Nabi yang tentang mereka Allah berfirman Jika kalian berdua bertobat kepada Allah, maka hati kalian memang telah condong...(QS 66:4)' Dia berkata, 'Saya heran dengan pertanyaanmu itu hai Ibnu Abbas! Mereka adalah Aisyah dan Hafshah.'"

Jdai sangatlah tidak logis jika menyatakan bahwa istri-istri Nabi yang membangkang dan di kecam langsung oleh Allah termasuk dalam Ahlulbait yang disucikan dalam surat Al-Ahzab ayat 33.

Jumat, 04 Maret 2011

Rukun Islam Menurut Pandangan Syi'ah

Dunia tempat persinggahan sementara bagi kita semua terdiri atas berbagai agama dan aliran keyakinan. Sudah menjadi sifat alami manusia untuk menilai para penganut keyakinan atau agama lain sebagai para penyimpang (orang-orang tersesat) selain keyakinan yang ia anut sendiri. Tapi, sangatlah tidak benar menganggap keyakinan yang kita yakini sebagai yang paling benar tanpa melakukan riset terlebih dahulu terhadap keyakinan yang kita yakini, bisa saja kita yang salah, bukankah demikian?

Menurut keyakinan Islam aliran Syi'ah Imamiyah, Islam tegak atas lima pilar, yakni :

1. Tauhid (Ke-Esa-an Allah)
2. Al-adl (Keadilan Ilahi )
3. Nubuwah (Kenabian)
4. Imamah (Kepemimpinan Ilahiat)
5. Qiyamat (Hari Pengadilan)

=============
TAUHID
=============
Semua agama dan keyakinan pasti memiliki konsep ke-Tuhanan. Tapi beberapa dari keyakinan tersebut menambahkan atribut-atribut pada Dzat Tuhan. Menurut keyakinan penganut Yudaisme (Yahudi), mereka meyakini bahwa Tuhan memiliki perasaan sebagaimana ciptaan-Nya, butuh jalan-jalan, makan bahkan tidur.

Dapat kita lihat dalam perjanjian lama ketika Tuhan mengadzab kaum Nabi Nuh (as) melalui badai yang besar, Tuhan kemudian menyesali perbuatan-Nya bahkan sampai malu terhadap diri-Nya sendiri. Karena penyesalan-Nya, dikatakan Dia menangis berhari-hari lamanya, dan kedua mata-Nya menjadi terluka karena tangisan-Nya, yang dimana akhirnya para malaikat menghibur-Nya.

Perjanjian lama juga menyatakan bahwa Tuhan secara langsung bertemu dengan Nabi Ibrahim (as) yang kemudian Nabi Ibrahim (as) menyambut-Nya dengan penuh hormat dan mempersilahkan Tuhan duduk di bawah sebuah pohon, agar Nabi Ibrahim (as) bisa memberikannya makanan dan minuman serta mencuci kaki-Nya.

Kita juga melihat dalam perjanjian lama 32:28 bahwa "Namamu tidak akan disebutkan lagi Yakub, tetapi Israel, sebab engkau telah bergumul melawan Allah dan manusia, dan Engkau menang.(ini berarti Nabi Yakub (as) bisa mengalahkan Tuhan)"

Keterangan diatas merupakan salah satu contoh penyimpangan pemberian atribut-atribut kemanusiaan pada diri Tuhan.

dalam keyakinan Syi'ah, tidak ada sesuatu pun yang setara bahkan menyerupai Tuhan. Ia tidak terjangkau dengan akal manusia. Kita simak firman Allah berikut yang menjadi dasar keyakinan Tauhid Syi'ah Imamiyah :

Engkau tidaklah menemukan yang serupa dengan-Nya (Allah)”. (QS. Maryam: 65)

Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya, dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya”. (QS. as-Syura: 11)

Juga dapat dilihat dalam hadis berikut : “Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam bersabda: “Allah ada pada azal (Ada tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya”. (H.R. al-Bukhari, al-Bayhaqi dan Ibn al-Jarud)

Namun sayangnya, di beberapa aliran Islam ternyata juga ada memberikan atribut-atribut kemanusiaan pada Dzat Tuhan. Seperti, Tuhan memiliki bentuk tubuh fisik seperti ciptaan-Nya, memiliki darah, betis, pinggang, organ dalam dan lain-lain. Sebagai contoh seperti yang terdapat dalam kitab ‘Al Milal wa al Nahal’ oleh seorang Imam Ahlul Sunnah yakni Abdul Karim Sharastani yang menyatakan bahwa Abu Dawud Zuhri dan para pengikutnya meyakini keyakinan menyimpang semacam ini.

INKARNASI

Di beberapa agama dan aliran kepercayaan meyakini bahwa Tuhan bisa ber-inkarnasi, yang berarti Dia bisa menggunakan sarana "tubuh" utnuk menyelesaikan tugas-Nya. Penganut keyakinan Hindu di India meyakini bahwa Tuhan menggunakan "Autar" atau "berhala" untuk menciptakan Diri-Nya Sendiri, sebagai contoh sekte RAM Chandar jee, meskipun sekte-sekte baru dalam hinduisme semacam sekte Ariyaa tidak menganggap sudut pandang semacam itu.

Agama-agama kuno meyakini kepercayaan ini dan sebagian besar (tidak semuanya) aliran "sufi" meyakini segala sesuatu merupakan Tuhan. Dalam keyakinan Hindu mereka meyakini bahwa Tuhan pun dapat ber-inkarnasi menjadi seekor kucing, anjing atau hewan-hewan lainnya. Dan sebagian aliran sufi meyakini bahwa Tuhan dapat ber-inkarnasi menjadi diri si sufi itu sendiri, sebagai contoh seornag wali bernama Mansur al-Hallaj yang menyebut dirinya "Innal Haqq" atau "Ana al-Haqq".

Pendekatan semacam ini tidak dapat diterima, sebab Allah di atas segala hal yang bernama Inkarnasi. Tuhan Maha Tidak Terbatas ataupun tidak memiliki batas, Dia Maha Tak Terhingga. Individu-individu yang meyakini inkarnasi ini telah gagal dalam menyadari bahwa makhluk (ciptaan-Nya) selalu memiliki batas dan terikat ruang dan waktu.

KEBIASAAN BURUK

Beberapa agama juga meyakini bahwa Tuhan pun dapat berdusta, inilah sebabnya Maulana Abdullah Tonki (Seorang Profesor di Oriental College di Lahore) menulis berbagai karya ilmiah dalam menyangkal hal semacam ini. Beberapa agama juga menyakni bahwa Tuhan dapat bersikap bebal terhadap pengetahuan yang berkaitan dengan filosofi ataupun dengan kepercayaan masyarakat yunani kuno, bahkan dalam aliran asy'ari meyakini bahwa Tuhan dapat bergantung.

Tuhan tidak mungkin bergantung (entah pada makhluk atau entah pada apa)inilah sebabnya banyak ulama islam yang menentang pandangan semacam ini.

POLYTHEISM

Beberapa agama juga meyakini bahwa Tuhan memilik pasangan, sebagaimana keyakinan penganut agama Nasrani Trinitarian belakangan ini. Mereka meyakini bahwa Tuhan terdiri atas tiga entitas, yakni Bapa, Anak, dan Ruh Kudus. Hal, semacam ini sudah termasuk dalam kategori syirik akbar. Sebab, Allah itu Satu dan tidak membutuhkan entitas-entitas ataupun pasangan-pasangan. Dalam aliran kepercayaan Aria meyakini bahwa Tuhan terdiri atas Ruh dan Atom, dan meyakini bahwa Ruh dan Atom tidak terbatas.

========================
AL-ADL (KEADILAN)
========================
Menurut keyakinan Syi'ah, pilar kedua dalam Islam adalah Keadilan, yang berarti Tuhan itu Adil dan Bijaksana (apakah ada dari anda yang meyakini bahwa Allah tidak adil?)

Menurut Syeikh Shaduq dalam kitab I'tiqādatul Imāmiyyah versi bahasa inggris halaman 65 beliau menulis :

"Sesungguhnya Allah yang Maha Suci dan Maha di atas segala sesuatu, telah memerintahkan kita untuk berbuat adil, sedangkan Dia sendiri memperlakukan kita dengan sesuatu yang lebih baik, yakni kasih karunia (tafaddul). Dia yang Maha Agung dan Maha Perkasa berfirman :

'Barang siapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barang siapa yang membawa perbuatan yang jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengankejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan)'. (QS 6 : 160)

Keadilan (al-adl) berarti bahwa Ia memerlukan tindakan yang baik dengan perbuatan baik dan perbuatan jahat dengan perbuatan jahat. Nabi Muhammad Saw bersabda : 'Tidak ada orang yang pernah masuk surga hanya berdasarkan tindakan (baiknya) itu (saja). Kecuali karena Rahmat Allah yang Maha Perkasa.'"

Kalau sekilas membaca hadis di atas pasti akan terjadi salah kaprah, sebab sudah menjadi keyakinan umat, bahwa setiap hamba-Nya pasti masuk surga jika berbuat baik, namun kenapa hadis tersebut menyatakan sebaliknya? Maksud hadis itu adalah bahwa Allah tidak menentukan hak seseorang untuk masuk surga hanya dengan melihat atau menilai amal baiknya saja tapi juga menilai amal buruknya, bagaimana jika amal buruknya lebih banyak daripada amal baiknya? Apakah masih berhak masuk surga? Hal itu 'mungkin' bisa saja, tentu saja jika Allah bermurah hati memberi Rahmat-Nya.

==============
IMAMAH

==============
lalah yakin dan percaya bahwa Nabi Muhammad saw. meninggalkan penggantinya yang dapat meneruskan tugasnya yang mulia atas perintah Allah SWT, baik dalam urusan agama, masyarakat, dunia maupun akherat. Pengganti yang dikatakan imam tersebut berjumlah dua belas orang .

Terdapat berbagai pertanyaan dari saudar kita umat sunni, apakah ada ayat-ayat imamah dalam al-quran? Maka kami menjawabnya tentu saja ada. Berikut kami kutip ayatnya :

Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat perintah dan larangan lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman : “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata : “ Dan saya mohon juga dari keturunanku”. Allah berfirman : “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim.(Al Qur'an Surah 2:124)

Ayat di atas adalah salah satu dari ayat Imamah, Seorang Imam di tunjuk oleh Allah, bukan oleh manusia. Yang perlu digaris bawahi dari ayat diatas adalah bahwa pengangakatan nabi ibrahim sebagai Imam justru terjadi setelah beliau menjadi Nabi dan Rasul. Hal ini membuktikan kedudukan Imam lebih tinggi daripada kedudukan nabi dan rasul kecuali kedudukan Nabi Muhammad saw.

Selain itu dalam kisah nabi Yusuf as juga menunjukkan beberapa ayat Imamah, memang Al-quran tidak menjabarkan secara rinci, tapi di alkitab dijelaskan dengan rinci bahwa Nabi Yusuf as menjadi Imam dari ke 11 saudaranya. Dan kemudian Imamah nabi Yusuf diturunkan kepada keturunannya yakni Manasye dan Efraim.

Dalam Al-quran dikatakan bahwa : "(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku." (QS Yususf : 4)

Menurut Kitab Kejadian, setelah Nabi Yakub as wafat, putra Yusuf yang bernama Manasye, diangkat untuk menjadi pemimpin bangsa Israel dan hal ini terus berlangsung hingga kedatangan Musa as dan Harun as dari suku Lewi. Kisah yang disebutkan al-Kitab dan juga Al-Qur’an mengenai mimpi Nabi Yusuf as tentang sujudnya sebelas bintang, matahari dan bulan kepadanya elas mengukuhkan argumen ini.

Masih banyak bukti dalam Al-quran dan al-kitab, dalam Al-quran terutama kisah nabi musa dan nabi harun as, semuanya sarat dengan ayat-ayat tentang imamah.

============
NUBUWAH
============
lalah yakin dan percaya bahwa Allah swt dengan LutfNya telah mengutus para nabi untuk memberi petunjuk dan membimbing manusia ke jalan yang benar. Yang pertama adalah Nabi Adam as. dan yang terakhir adalah Nabi Muhammad saw yang diutus dengan syareat agama Islam; agama yang sempurna dan terbaik yang menjamin manusia suatu kehidupan yang bahagia.

====================================
MA'AD / QIYAMAT / HARI PENGADILAN
====================================
lalah yakin dan percaya bahwa Allah swt akan membangkitkan semua manusia untuk hidup kembali seperti sedia kala, demi mempertanggung jawabkan amal perbuatan mereka selama hidup di dunia. Kemudian mereka akan diberikan ganjaran yang setimpal dengan perbuatannya itu, apakah akan ditempatkan di syurga atau di neraka.

Mengangkat Tangan Di Setiap Takbir Ketika Shalat

Penganut madzhab ja'fari (Syi'ah Imamiyah) selalu mengangkat tangannya pada saat takbir ketika shalat. Meskipun dari saudara kita ahlulsunnah menolak hal demikian, namun kitab-kitab hadis ahlulsunnah justru menyatakan sebaliknya. Ada baiknya kita lihat hadis-hadis dalam kitab hadis ahlulsunnah berikut ini mengenai hukum mengangkat tangan di setiap takbir.

Dalam Sunan Abu Daud, kitab al-Shalat : detil-detil ketika shalat jilid 3, no 0737, berbunyi :

Di riwayatkan oleh Abu Hurairah : Ketika Rasulullah (saw) mengucapkan takbir (Allahu Akbar) untuk shalat (pada awal shalat), beliau mengangkat tangannya berlawanan dengan bahunya. Dan ketika beliau ruku', beliau melakukannya lagi, dan ketika beliau mengangkat kepalanya untuk bersujud, ia melakukannya lagi, dan ketika beliau bangun pada akhir dari dua rakaat, beliau melakukannya lagi.

Hal senada dapat dilihat di :

1. Tayseer al-Bari Sharh Sahih Bukhari, Vol 1, hal 487
2. Sahih Muslim dengan ringkasan Sharh Nawawi, vol 2, hal 17

Terdapat pula sebuah hadis dari Sunan Nisai, jil 1, hal 397, bab Rafa' yaddain al-sajud, bahwa nabi biasa mengangkat tangannya setelah sujud :

"Malik bin al-huwairs meriwayatkan bahwa ia melihat Nabi Suci (saw) mengangkat tangannya, saat shalat (yakni ketika awal shalat), ketika beliau ruku', ketika bangkit dari ruku', ketika beliau sujud, ketika bangun dari sujud, sampai bagian bawah telinganya."

Hal senada dapat dilihat di :
Musnad Ahmad bin Hanbal, jil 3, hal 310, hadis no 14369, yang berbunyi : Harmala berkata : "Aku bertanya pada Jabir bin Abdullah al-Ansari (ra) : 'Berapa banyak jumlah kalian pada hari shajara?. Dia menjawab : 'Jumlah kami 1400 dan Rasul Allah (saw) biasa mengangkat tangannya di setiap takbir."

Syeikh Shuai'b al-Arnaout menyatakan hadis ini shahih. dalam kitab al-mu'ajam al-awsat oleh Tabarani, jilid 3 hal 105 :

حدثنا واثلة بن الحسن العرقي ثنا كثير ثنا أيوب بن سويد عن محمد بن عبيد الله العرزمي عن قتادة قال قلت لأنس بن مالك أرنا كيف صلاة رسول الله صلى الله عليه و سلم فقام فصلى فكان يرفع يديه مع كل تكبيرة فلما انصرف قال هكذا كان صلاة رسول الله صلى الله عليه و سلم

Qutada berkata : 'Aku meminta Anas bin Malik untuk menunjukkan pada kami cara shalat Nabi (saw). Kemudian ia berdiri dan shalat, dia mengangkat tangannya di setiap takbir, ketika ia selesai (shalat) ia berkata : 'Beginilah biasanya cara Rasulullah shalat.'"

Seorang imam manhaj salafi, yakni Nasirudin Albani menyatakan dalam kitab Tamam al-Mena, hal 172 :

وأما الرفع من التكبيرات الأخرى ففيه عدة أحاديث أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يرفع يديه عند كل تكبيرة

"Mengangkat tangan bersamaan dengan takbir, Sesungguhnya ada banyak hadis yang mengatakan bahwa Nabi (saw) biasa mengangkat tangannya di setiap Takbir".

Dalam Nawawi Sharh Sahih Muslim, jil 2, hal 18 :

Menurut pandangan Abu Bakar bin Manzar, Abu Ali Tabri dan beberapa ahli hadis sangatlah baik mengangkat tangan diantara sujud."

Jadi, bagi seseorang yang mengkritik ataupun mencela tata cara shalat Syi'ah Imamiyah yang selalu mengangkat tangannya di setiap takbir ketika shalat, ada baiknya merujuk kembali ke kitab-kitab ahlulsunnah itu sendiri. Dengan begitu tidak akan terjadi penarikan kesimpulan yang terburu-buru.

Jumat, 25 Februari 2011

Prophet Muhammad’s promise to Christians

Dr. Muqtedar Khan

Muslims and Christians together constitute over fifty percent of the world and if they lived in peace, we will be half way to world peace. One small step that we can take towards fostering Muslim-Christian harmony is to tell and retell positive stories and abstain from mutual demonization.

In this article I propose to remind both Muslims and Christians about a promise that Prophet Muhammed (pbuh) made to Christians. The knowledge of this promise can have enormous impact on Muslim conduct towards Christians. Muslims generally respect the precedent of their Prophet and try to practice it in their lives.

In 628 AD, a delegation from St. Catherine’s Monastery came to Prophet Muhammed and requested his protection. He responded by granting them a charter of rights, which I reproduce below in its entirety. St. Catherine’s Monastery is located at the foot of Mt. Sinai and is the world’s oldest monastery. It possesses a huge collection of Christian manuscripts, second only to the Vatican, and is a world heritage site. It also boasts the oldest collection of Christian icons. It is a treasure house of Christian history that has remained safe for 1400 years under Muslim protection.

The Promise to St. Catherine:

"This is a message from Muhammad ibn Abdullah, as a covenant to those who adopt Christianity, near and far, we are with them.

Verily I, the servants, the helpers, and my followers defend them, because Christians are my citizens; and by God! I hold out against anything that displeases them.

No compulsion is to be on them. Neither are their judges to be removed from their jobs nor their monks from their monasteries. No one is to destroy a house of their religion, to damage it, or to carry anything from it to the Muslims' houses.

Should anyone take any of these, he would spoil God's covenant and disobey His Prophet. Verily, they are my allies and have my secure charter against all that they hate.

No one is to force them to travel or to oblige them to fight. The Muslims are to fight for them. If a female Christian is married to a Muslim, it is not to take place without her approval. She is not to be prevented from visiting her church to pray. Their churches are to be respected. They are neither to be prevented from repairing them nor the sacredness of their covenants.

No one of the nation (Muslims) is to disobey the covenant till the Last Day (end of the world).
"

The first and the final sentence of the charter are critical. They make the promise eternal and universal. Muhammed asserts that Muslims are with Christians near and far straight away rejecting any future attempts to limit the promise to St. Catherine alone. By ordering Muslims to obey it until the Day of Judgment the charter again undermines any future attempts to revoke the privileges. These rights are inalienable. Muhammed declared Christians, all of them, as his allies and he equated ill treatment of Christians with violating God’s covenant.

A remarkable aspect of the charter is that it imposes no conditions on Christians for enjoying its privileges. It is enough that they are Christians. They are not required to alter their beliefs, they do not have to make any payments and they do not have any obligations. This is a charter of rights without any duties!

The document is not a modern human rights treaty but even though it was penned in 628 A.D., it clearly protects the right to property, freedom of religion, freedom of work, and security of the person.

I know most readers, must be thinking so what? Well the answer is simple. Those who seek to foster discord among Muslims and Christians focus on issues that divide and emphasize areas of conflict. But when resources such as Muhammad’s promise to Christians are invoked and highlighted it builds bridges. It inspires Muslims to rise above communal intolerance and engenders good will in Christians who might be nursing fear of Islam or Muslims.

When I look at Islamic sources, I find in them unprecedented examples of religious tolerance and inclusiveness. They make me want to become a better person. I think the capacity to seek good and do good inheres in all of us. When we subdue this predisposition towards the good, we deny our fundamental humanity. In this holiday season, I hope all of us can find time to look for something positive and worthy of appreciation in the values, cultures and histories of other peoples.

-- Dr. Muqtedar Khan is Director of Islamic Studies at the University of Delaware and a fellow of the Institute for Social Policy and Understanding.

SIFAT-SIFAT ALLAH

Menurut keyakinan Syi'ah, sifat-sifat Allah bisa dimasukkan ke dalam dua kelompok yang berbeda.

Pertama, sifat-sifat yang mewakili Diri-Nya (sifat Zat)

Ke dua
, sifat-sifat yang melambangkan perbuatan-pebuatan-Nya (sifat perbuatan).

Syekh Shaduq berkata :

"Umpamanya kita katakan bahwa Allah itu Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Berilmu, Maha Bijaksana, Maha Kuasa, Maha Hidup, Maha Berdiri Sendiri, Maha Satu dan Abadi. Dan ini merupakan kualitas-kulaitas pribadi-Nya. Dan kita tidak mengatakan bahwa Dia sejak dulu menciptakan, melakukan, berniat, puas, tidak puas, memberi rizki, berfirman, karena kualitas-kualitas ini melukiskan pebuatan-Nya, dan mereka itu tidaklah abadi, tidak perlulah mengatakan bahwa Allah melakukan perbuatan-perbuatan ini sejak azali.

Alasan perbedaan ini adalah jelas. Perbuatan-perbuatan membutuhkan suatu obyek. Misalnya, bila kita katakan bahwa Allah memberi rizki sejak awal, maka kita harus mengakui eksistensi obyek yang diberi rizki sejak awal. Dalam madah lain, kita harus mengakui bahwa dunia itu ada sejak azali (sebagaimana Tuhan-pen.). Padahal itu semua bertolak belakang dengan keyakinan bahwa tidak ada sesuatu pun selain Tuhan Yang Abadi." (al-i'taqadat al-imamiyyah oleh Syekh Shaduq. Dengan kata lain, sifat zat berkenaan dengan Diri-Nya sehingga 'ada sejak awal', sementara sifat Perbuatan Tuhan ada ketika dihubungkan dengan obyek (mahluk). Seperti Maha Pemberi Rizki baru ada ketika dikaitkan dengan perbuatan Tuhan yang memberi rizki kepada segenap mahluk-Nya (-penerjemah))

Nyatalah bahwa para ulama sunni tidak memiliki pandangan bening ihwal perbedaan ini sehingga mereka mengatakan bahwa semua sifat-sifat-Nya itu abadi. Inilah alasan sesungguhnya dari keyakinan mereka bahwa Quran sebagai kalam (firman) Allah, adalah abadi dan tidak tercipta (mahluk). Karena mereka mengatakan bahwa Dia mutakallim (berbicara) sejak azali.

Golongan Hanbaliyyah (dinisbatkan kepada imam Ahmad bin Hanbal ra) sedemikian jauh mengatakan, "Bukan saja kata-kata dan makna-makna dari Quran itu abadi, sehingga bacaannya sekalipun tidak tercipta, namun kertas dan jilidnya pun memiliki kualitas-kualitas yang sama."

Dalam naskah imam Abu Hanifah ra suatu pandangan yang lebih moderat di ungkapkan, "Kita mengetahui bahwa Quran adalah kalam Allah, tidak tercipta, ilham-Nya, dan wahyu, bukan Dia, melainkan kualitas-Nya, tertulis dalam salinan-salinan, diucapkan dengan lidah. (Sementara) tinta, kertas, tulisannya adalah diciptakan (mahluk), karena mereka adalah karaya manusia." (revelation and reason in islam oleh A.J Arberry, hal 26-27)

Akan tetapi karena Syi'ah membedakan antara kualitas-kualitas personnya dan perbuatan-perbuatan-Nya, mereka mengatakan, "Keyakinan kami tentang Quran adalah bahwa ia merupakan ucapan Tuhan, dan wahyu-Nya dikirimkan oleh-Nya, dan firman-Nya dan kitab-Nya...Dan bahwa Allah adalah Penciptanya, Pengirimnya, Penjaganya..." (al-i'taqadat al imamiyyah)

Di antara golongan sunni, etlah terjadi perdebatan hebat ihwal topik ini, antara golongan mu'tazilah dan asy'ariyyah. Disini hal tersebut tidak perlu di paparkan lagi.

Sebagian mengklaim bahwa segala sesuatu yang diciptakan mempunyai kekurangan dalamnya dan karena itu Quran pastilah abadi karena ia tanpa kekuarangan. Argumen tersebut tidak berdasar karena kita umat muslimin percaya bahwa para malaikat, sekalipun diciptakan adalah suci dari kekurangan.

Jika tidak, bagaimana kita bisa mempercayai Jibril as ketika ia membawa Quran kepada Nabi Saw? Bagaimana bis anda mempercayai Nabi sendiri? Apakah Allah tidak mampu menciptakan sesuatu yang suci? Karena itu, kita percaya bahwa Quran juga semua benda lainnya di alam semseta adalah diciptakan. Tidak ada sesuatu pun yang abadi kecuali Allah.

Ada sebuah hadis dari Nabi Muhammad Saw yang menyatakan bahwa, "(zaman ketika) Allah ada, dan tidak ada sesuatu pun selain Dia."

GAMBARAN TUHAN MENURUT SYI'AH DAN SUNNI

Terdapat banyak hadis dalam shahih bukhari yang menggambarkan bahwa Allah memiliki sebuah tanda pada kaki-Nya, dan Dia meletakkan kaki-Nya ke dalam neraka dan seterusnya. Misalnya, dalam shahih bukhari versi arab-inggris, hadis no 9532 didalamnya menggambarkan Allah mempunyai sebuah tanda di betis-Nya, dan ketika Dia menyingkapkan betis-Nya manusia akan mengenali-Nya. Atau dalam jilid yang sama lihat hadis no 9604 dan 9510 dimana dikatakan bahwa Allah mempunyai jari jemari! Silahkan lihat juga artikel-artikel yang terkait yang diberikan oleh Kamran yang dirujuk oleh shahih bukhari dan shahih muslim.

Bagi sebagian pengikut Ibnu Taymiah (saya katakan sebagian pengikutnya bukan keseluruhan pengikutnya) membenarkan bahwa organ-organ tubuh Allah merupakan entitas fisik dan Allah duduk di singgasana. Akan tetapi, bagi pengikut Abu Hasan Asy'ari (Pengikut aliran Asy'ariyyah) yang meliputi sejumlah besar sunni, tidak menafsirkan wajah, tangan, dan kaki-Nya sebagai organ-organ fisik, tetapi mereka mengatakan "kita tidak tahu bagaimana (bi la kaif)".

Sedangkan Syi'ah 12 imam meyakini dengan kuat bahwa Allah tidak memiliki tubuh, wajah, tangan, jari jemari, ataupun kaki. Syekh Shaduq, salah seorang ulama Syi'ah terkemuka, dalam kitabnya al-I'tiqadat al-Imamiyyah (kredo Syi'ah) mengatakan :

"Sesungguhnya Allah itu Maha Satu, Maha Unik, tidak sesuatupun yang menyerupai-Nya. Dia Maha Abadi, Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Berilmu, Maha Hidup, Maha Kuasa, jauh dari segala kebutuhan. Dia tidak bisa digambarkan dalam kerangka sebistansi, tubuh, bentuk, aksiden, garis, permukaan, berat, ringan, warna, gerakan, istirahat, waktu, ataupun ruang. Dia diatas segala gambaran yang bisa diterapkan kepada mahluk-mahluk-Nya. Dia jauh dari dua kutub. Dia tidak sekedar non entitas (sebagaimana golongan ateis dan dalam tingkatan yang lebih rendah, Mu'tazilah lakukan) ataupun Dia sama seperti benda-benda lainnya. Dia Maujud, tidak seperti benda-benda yang ada lainnya."

Memang dalama Al-Qur'an terdapat ayat-ayat yang menggambarkan tentang bagian tubuh Allah. Namun, bagi penafsiran para imam Syi'ah, kata- kata dalam ayat tersebut digunakan dalam makna metaforis dan simbolis, bukan makna literal.

Umpamanya ayat 88 surat al-Qashash yang berbunyi "Tiap-tiap sesuatu pasti binasa kecuali wajah-Nya", maksud ayat itu adalah "kecuali Diri-Nya". Sesungguhnya sebagian ulama sunni sekalipun tidak bisa mengatakan bahwa hanya wajah Allah yang akan abadi, sementara apa yang dinamakan anggota-anggota tubuh lainnya (baik fisik maupun bukan) akan binasa!

Demikian pula Allah telah menggunakan kata "tangan" (Yad) di beberapa tempat dalam al-Qur'an. Namun itu artinya adalah "kekuasaan dan rahmat-Nya", sebagaimana dalam surat al-Maidah ayat 54, yang berbunyi "...tetapi kedua tangan Allah terbuka."

Sebagaimana dalam Quran dan hadis Nabawi, makna-makna metaforis seperti itu banyak digunakan. Misalnya, Allah menggambarkan para Nabi-Nya sebagai ulil aydi wal abshar (yang mempunyai perbuatan-perbuatan besar dan ilmu-ilmu yang tinggi; QS Shad : 45)

Bahkan semua ulama sunni setuju bahwa kata "tangan" (aydi) di sini artinya kekuasaan dan kekuatan. Saya harus menyebutkan bahwa pendapat Syi'ah 12 imam juga berbeda dengan pendapat golongan mu'tazilah yang membawa Tuhan kepada batasan-batasan nirwujud (non-existence).

BISAKAH ALLAH DILIHAT?

Sebagai dampak langsung dari perbedaan yang disebutkan di atas, sebagian dari ulama sunni percaya bahwa Allah SWT bisa dilihat. Sebagian dari mereka, seperti Imam Ahmad bin Hanbal ra, mengatakan bahwa Dia bisa dilihat di dunia dan di akherat kelak. Yang lain mengatakan bahwa Dia hanya bisa di lihat di akherat. (Shahih bukhari, versi arab-inggris, hadis 9530-9532 yang secara jelas menyatakan bahwa Tuhan bisa dilihat dan Tuhan mengubah penampilan-Nya agar dikenali oleh manusia)

Di sisi lain, Syi'ah imamiah berpendapat bahwa Dia tidak bisa dilihat secara fisik baik di dunia maupaun di akherat, karena Dia tidak memiliki tubuh berdasarkan firman-Nya "Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata." (QS al-An'Am : 103)

Para ulama sunni menggunakan ayat berikut sebagai hujat mereka, "wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu (hari pengadilan) tampak segar berseri, kepada Tuhannya lah mereka memandang"(QS al-Qiyamah : 22-23)

Akan tetapi, dalam bahasa arab, kata nazhar (memandang) tidak berarti 'melihat'. Acap dikatakan bahwa nazhartu ilal hilal falam arahu, yang artinya "saya memandang bulan baru (sabit) namun saya tidak melihatnya". Karena itu, ayat tersebut tidak berarti mereka akan melihat Allah. Menurut penafsian Syi'ah, ayat itu artinya mereka akan menanti-nanti rahmat Allah.

Sabtu, 08 Januari 2011

Al-Muwatta by Imam Malik (ra) - Hadith Purity

Translation of Malik's Muwatta, Book 2:
Purity

=======================
Section: How to do Wudu
=======================

Book 2, Number 2.1.1:
Yahya related to me from Malik from Amr ibn Yahya al-Mazini that his father once asked Abdullah ibn Zayd ibn Asim, who was the grandfather of Amr ibn Yahya al-Mazini and one of the companions of the Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, if he could show him how the Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, did wudu. Abdullah ibn Zayd ibn Asim agreed to do so and asked for water to do wudu. He poured some out on to his hand and washed each hand twice and then rinsed his mouth and snuffed water up his nose and blew it out three times.Then he washed hisface three times and both of his arms up to the elbows twice. He then wiped his head with both hands, taking his hands from hisforehead to the nape of his neck and then bringing them back to where he had begun. Then he washed his feet.

Book 2, Number 2.1.2:
Yahya related to me from Malik from Abu'zZinad from al-Araj from Abu Hurayra that the Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, said, "When you do wudu, snuff water into your nose and blow it out, and if you use stones to clean your private parts use an odd number."

Book 2, Number 2.1.3:
Yahya related to me from Ibn Shihab from Abu Idris al-Khawlani from Abu Hurayra that the Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, said, "The person doing wudu should snuff water up his nose and blow it out again."

Book 2, Number 2.1.4:
Yahya said that he heard Malik say that there was no harm in washing the mouth and cleaning the nose with only one handful of water.

Book 2, Number 2.1.5:
Yahya related to me from Malik that he had heard that Abd ar-Rahman ibn Abi Bakr was visiting A'isha, the wife of the Prophet, may AIIah bless him and grant him peace, on the day that Sad ibn Abi Waqqas died, and he asked for some water to do wudu. A'isha said to him, ''Abd ar-Rahman! Perform your wudu fully, for I heard the Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, say, 'Woe to the heels in the fire.' "

Book 2, Number 2.1.6:
Yahya related to me from Malik from Yahya ibn Muhammad ibn Talhafrom Uthman ibn Abd ar-Rahman that his father related to him that he had heard that Umar ibn al-Khattab used to wash what was beneath his waist wrapper with water.

Book 2, Number 2.1.7:
Yahya said that Malik was asked what a man should do if, when he did wudu, he forgot and washed his face before he had rinsed his mouth, or washed his forearms before he had washed his face. He said, "If someone washes his face before rinsing his mouth, he should rinse his mouth and not wash his face again. If someone washes his forearms before his face, however, he should wash his forearms again so that he has washed them after his face. This is if he is still near the place (of wudu)."

Book 2, Number 2.1.8:
Yahya said that Malik was asked about what a man should do if he had forgotten to rinse his mouth and nose until he had prayed, and he said, "He does not have to repeat the prayer, but should rinse his mouth and nose if he wishes to do any more prayers after that."

======================================================================
Section: The Wudu of a Man who has been Asleep when he Gets Up to Pray
======================================================================

Book 2, Number 2.2.9:
Yahya related to me from Malik from Abu'zZinad from al-Araj from Abu Hurayra that the Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, said, "When you wake up from sleep to pray, wash your hands before you put them in the wudu water, for you do not know where your hands have spent the night."

Book 2, Number 2.2.10:
Yahya related to me from Malik from Zayd ibn Aslam that Umar ibn al-Khattab said, "If you fall asleep Iying down you must do wudu ( before you pray) . "

Yahya related to me from Malik from Zayd ibn Aslam that the ayat "You who believe! When you rise for prayer wash your faces, and your arms to the elbows, and wipe over your heads and your feet up to the ankles," refers to rising from bed, meaning sleep.

Yahya said that Malik said, "The situation with us is that one does not have to do wudu for a nose-bleed, or for blood, or for pus issuing from the body. One only has to do wudu for impurities which issue from the genitals or the anus, or for sleep."

Yahya related to me from Malik from Nafithat Ibn Umar used to sleep sitting and then would pray without doing wudu.

==============================
Section: What is Pure for Wudu
==============================

Book 2, Number 2.3.12:
Yahya related to me from Malik from Safwan ibn Sulaym from Said ibn Salama of the Bani Azraq from al-Mughira ibn Abi Burda of the tribe of Bani Abd ad-Dar that he had heard Abu Hurayra speak about a man who came to the Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, and said, "Messenger of Allah! We travel by sea and we do not carry much fresh water with us so if we do wudu with it we go thirsty. Can we do wudu with seawater?" The Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, replied, "lts water is pure, and its dead creatures are halal."

Book 2, Number 2.3.13:
Yahya related to me from Malik from Ishaq ibn Abdullah ibn Abi Talha from Humayda bint Abi Ubayda ibn Farwa that her maternal aunt Kabsha bint Kab ibn Malik, who was the wife of the son of Abu Qatada al-Ansari, told her that once Abu Qatada was visiting her and she poured out some water for him to do wudu with. Just then a cat came to drink from it, so he tilted the vessel towards it to let it drink. Kabsha continued, "He saw me looking at him and said, 'Are you surprised, daughter of my brother?' I said, 'Yes.' He replied that the Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, said, cats are not impure. They intermingle with you .' "

Yahya said that Malik said, "There is no harm in that unless one sees impurities on the cat's mouth."

Book 2, Number 2.3.14:
Yahya related to me from Malik from Yahya ibn Said from Muhammad ibn Ibrahim ibn alHarith at-Taymi from Yahya ibn Abd ar-Rahman ibn Hatib that Umar ibn al-Khattab set out on one occasion with a party of riders, one of whom was Amr ibn al-As. They came to a watering place and Amr ibn al-As asked the man who owned it whether wild beasts drank from it. Umar ibn al-Khattab told the owner of the watering place not to answer, since the people drank after the wild beasts and the wild beasts drank after them.

Book 2, Number 2.3.15:
Yahya related to me from Malik from Nafi that Abdullah ibn Umar used to say that men and their wives used to do wudu together in the time of the Messenger of Allah.

=======================================
Section: Things which do not break Wudu
=======================================

Book 2, Number 2.4.16:
Yahya related to me from Malik from Muhammad ibn Umara from Muhammad ibn Ibrahim that the mother of the son of Ibrahim ibn Abd ar-Rahman ibn Awf questioned Umm Salama, the wife of the Prophet, may Allah bless him and grant him peace, and said, "I am a woman who wears a long skirt and (sometimes) I walk in dirty places." Umm Salama replied, "The Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, said, 'What follows (i.e. clean places) purifies it.' "

Book 2, Number 2.4.17:
Yahya related to me from Malik that he saw Rabia ibn Abd ar-Rahman vomit several times when he was in the mosque and he did not leave, nor did he do wudu before he prayed.

Yahya said that Malik was asked whether a man who vomited food had to do wudu and he said, "He does not have to do wudu, but he should rinse the inside of his mouth and wash his mouth out."

Book 2, Number 2.4.18:
Yahya related to me from Malik from Nafi that Abdullah ibn Umar prepared the body of one of Said ibn Zayd's sons for burial and carried it and then entered the mosque and prayed without doing wudu.

Yahya said that Malik was asked whether it was necessary to do wudu because of regurgitating undigested food and he said, "No, wudu is not necessary, but the mouth should be rinsed."

Al-Muwatta by Imam Malik (ra) - Hadith Times Of Prayer

Terjemahan kitab Muwatta Imam Malik, Buku ke 1:

============================
Bagian: Waktu-waktu Shalat
============================

Book 1, Number 1.1.1:
He said, "Yahya ibn Yahya al-Laythi related to me from Malik ibn Anas from Ibn Shihab that one day Umar ibn Abdal-Aziz delayed the prayer. Urwa ibn az-Zubayr came and told him that al-Mughira ibn Shuba had delayed the prayer one day while he was in Kufa and Abu Masud al-Ansari had come to him and said, 'What's this, Mughira? Don't you know that the angel Jibril came down and prayed and the Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, prayed.' Then he prayed again, and the Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, prayed. Then he prayed again, and the Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, prayed. Then he prayed again, and the Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, prayed. Then he prayed again, and the Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, prayed. Then Jibril said, 'This is what you have been ordered to do.' Umar ibn Abd al-Aziz said, 'Be sure of what you relate, Urwa. Was it definitely Jibril who established the time of the prayer for the Messenger of Allah?' " Urwa said, "That's how it was related to Bashir ibn Abi Masud al-Ansari by his father."

Book 1, Number 1.1.2:
Urwa said that A'isha, the wife of the Prophet, may Allah bless him and grant him peace used to pray asr while the sunlight was pouring into her room, before the sun itself had become visible (i.e. because it was still high in the sky).

Book 1, Number 1.1.3:
Yahya related to me from Malik from Zayd ibn Aslam that Ata ibn Yasar said, "A man came to the Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, and asked him about the time of the subh prayer. The Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, did not answer him, but in the morning he prayed subh at first light. The following morning he prayed subh when it was much lighter, and then said, 'Where is the man who was asking about the time of the prayer?' The man replied, 'Here I am, Messenger of Allah.' He said,'The time is between these two.' "

Book 1, Number 1.1.4:
Yahya related to me from Malik from Yahya ibn Said from Amra bint Abd ar-Rahman that A'isha, the wife of the Prophet, may Allah bless him and grant him peace, said, "The Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, used to pray subh and the women would leave wrapped in their garments and they could not yet be recognised in the darkness."

Book 1, Number 1.1.5:
Yahya related to me from Malik from Zayd ibn Aslam from Ata ibn Yasar and from Busr ibn Said and from al-Araj-all of whom related it from Abu Hurayra - that the Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, said, "Whoever manages to do a raka of subh before the sun has risen has done subh in time, and whoever manages to do a raka of asr before the sun has set has done asr in time."

Book 1, Number 1.1.6:
Yahya related to me from Malik from Nafi from the mawla of Abdullah ibn Umar that Umar ibn al-Khattab wrote to his governors, saying, "The most important of your affairs in my view is the prayer. Whoever protects it and observes it carefully is protecting his deen, while whoever is negligent about it will be even more negligent about other things." Then he added, "Pray dhuhr any time from when the afternoon shade is the length of your forearm until the length of your shadow matches your height. Pray asr when the sun is still pure white, so that a rider can travel two or three farsakhs before the sun sets. Pray maghrib when the sun has set. Pray isha any time from when the redness in the western sky has disappeared until a third of the night has passed - and a person who sleeps, may he have no rest, a person who sleeps, may he have no rest. And pray subh when all the stars are visible and like a haze in the sky."

Book 1, Number 1.1.7:
Yahya related to me from Malik, from his uncle Abu Suhayl from his father that Umar ibn al-Khattab wrote to Abu Musa saying that he should pray dhuhr when the sun had started to decline, asr when the sun was still pure white before any yellowness had entered it maghrib when the sun had set, and to delay isha as long as he did not sleep, and to pray subh when the stars were all visible and like a haze in the sky and to read in it two long suras from the mufassal.

Book 1, Number 1.1.8:
Yahya related to me from Malik from Hisham ibn Urwa from his father that Umar ibn al-Khattab wrote to Abu Musa al-Ashari that he should pray asr when the sun was still pure white so that a man could ride threefarsakhs (before maghrib) and that he should pray isha during the first third of the night, or, if he delayed it, then up until the middle of the night, and he warned him not to be forgetful.

Book 1, Number 1.1.9:
Yahya related to me from Malik from Yazid ibn Ziyad that Abdullah ibn Rafi, the mawla of Umm Salama, the wife of the Prophet, may Allah bless him and grant him peace, asked Abu Hurayra about the time of the prayer. Abu Hurayra said, "Let me tell you. Pray dhuhr when the length of your shadow matches your height, asr when your shadow is twice your height, maghrib when the sun has set, isha in the first third of the night, and subh in the very first light of dawn," i.e. when the dawn has definitely come.

Book 1, Number 1.1.10:
Yahya related to me from Malik from Ishaq ibn Abdullah ibn Abi Talha that Anas ibn Malik said, "We would pray asr and anyone who then went to the Bani Amr ibn Awf would find them praying asr."

Book 1, Number 1.1.11:
Yahya related to me from Malik from Ibn Shihab that Anas ibn Malik said, "We would pray asr and anyone who then went to Quba would arrive there while the sun was still high."

Book 1, Number 1.1.12:
Yahya related to me from Malik from Rabia ibn Abi Abd ar-Rahman that al Qasim ibn Muhammad said, "None of the companions that I met prayed dhuhr until well after noon,"(i.e.until when the sun had lost its fierceness).

Section: The Time of the Jumua Prayer
Book 1, Number 1.2.13:
Yahya related to me from Malik from his uncle Abu Suhayl ibn Malik that his father said, "I used to see a carpet belonging to Aqil ibn Abi Talib spread out on the day of jumua up to the west wall of the mosque. When the shadow of the wall covered the whole carpet, Umar ibn al-Khattab would come out and pray the jumua prayer."

Malik, Abu Suhayl's father, added, "We would then return after the jumua prayer and take our midday sleep."

Book 1, Number 1.2.14:
Yahya related to me from Malik from Amr ibn Yahya ibn Yahya al-Mazini from Ibn Abi Salit that Uthman ibn Affan prayed jumua in Madina and asr in Malal (a place seventeen miles from Madina).

Malik commented, "That was by praying jumua just past midday and then travelling fast."

Section: Catching a Raka of the Prayer
Book 1, Number 1.3.15:
Yahya related to me from Malik from Ibn Shihab from Abu Salama ibn Abdar-Rahman from Abu Hurayra that the Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, said "Whoever catches a raka of the prayer has caught the prayer."

Book 1, Number 1.3.16:
Yahya related to me from Malik from Nafi that Abdullah ibn Umar ibn al-Khattab used to say, "If the ruku has passed you by, so has the sajda."

Book 1, Number 1.3.17:
Yahya related to me from Malik that he had heard that Abdullah ibn Umar and Zayd ibn Thabit used to say, "Whoever catches the ruku has caught the sajda."

Book 1, Number 1.3.18:
Yahya related to me from Malik that he had heard that Abu Hurayra used to say, "Whoever catches the ruku has caught the sajda and whoever misses the recitation of the umm al-Qur'an has missed much good."

Section: Duluk ash-Shams and Ghasaq al-Layl
Book 1, Number 1.4.19:
Yahya related to me from Malik from Nafi that Abdullah ibn Umar used to say, "Duluk ash-shams begins from when the sun passes the meridian."

Book 1, Number 1.4.20:
Yahya related to me from Malik that Da'ud ibn al-Husayn said that someone had told him Abdullah ibn Abbas used to say, "Duluk ash-shams begins from when the sun passes the meridian. Ghasaq al-layl is the gathering of the night and its darkness."

Section: The Times of Prayer in General
Book 1, Number 1.5.21:
Yahya related to me from Malik from Nafi from Abdullah ibn Umar that the Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, said, "If someone misses the asr prayer it is as if he has suffered a great misfortune in his family and wealth ."

Book 1, Number 1.5.22:
Yahya related to me from Malik from Yahya ibn Said that once Umar ibn al-Khattab left after doing the asr prayer and met a man who had not been there. Umar asked him what had kept him from the prayer and eventhough the man gave a good reason, Umar said, "You have given yourself short measure."

Yahya added that Malik commented, "It is said that everything has a short measure and a full measure."

Book 1, Number 1.5.23:
Yahya related to me from Malik thatYahya ibn Said used to say, "Even if someone manages to pray before the time of the prayer has passed, the time that has passed him by is more important, or better, than his family and wealth."

Yahya said that Malik said, "If the time for a prayer comes and a traveller delays a prayer through neglect or forgetfulness until he reaches his family, he should do that prayer in full if he arrives within the time. But if he arrives when the time has past, he should do the travelling prayer. That way he only repays what he owes."

Malik said, "This is what I have found the people and men of knowledge doing in our community." Malik explained that shafaq was the redness in the sky after the sun had set, and said, "When the redness has gone then the isha prayer is due and you have left the time of maghrib."

Book 1, Number 1.5.24:
Yahya related to me from Malik from Nafi that one time Abdullah ibn Umar fainted and lost his senses and he did not make up the prayer.

Malik commented, "We consider that that was because, and Allah knows best, the time had passed. Someone who recovers within the time has to pray."

Section: Sleeping Through the Prayer
Book 1, Number 1.6.25:
Yahya related to me from Malik from Ibn Shihab from Said ibn al-Musayyab that the Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, travelled by night on the way back from Khaybar.Towards the end of the night he stopped for a rest and told Bilal to stay awake to keep watch for the subh prayer. The Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, and his companions slept. Bilal stayed on guard as long as was decreed for him and then he leant against his riding camel facing the direction of the dawn and sleep overcame him and neither he nor the Messenger of Allah nor any of the party woke up until the sun's rays had struck them. The Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, was alarmed. Bilal excused himself, saying, "Messenger of Allah! The One who took your self was the One who took myself. "The Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, ordered the party to move on and so they roused thei r mounts and rode on a short distance. The Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, ordered Bilal to give the iqama and then led them in the subh prayer. When he had finished he said, "Anyone who forgets a prayer should pray it when he remembers. Allah theBlessed and Exalted says in His book, 'Establish the prayer to remember Me.'"

Book 1, Number 1.6.26:
Yahya related to me from Malik that Zayd ibn Aslam said, "The Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, stopped for a rest one night on the way to Makka and appointed Bilal to wake them up for the prayer. Bilal slept and everyone else slept and none of them woke up until the sun had risen. When they did wake up they were all alarmed. The Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, ordered them to ride out of the valley, saying that there was a shaytan in it. So they rode out of the valley and the Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, ordered them to dismount and do wudu and he told Bilal either to call the prayer or to give the iqama. The Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, then led them in the prayer. Noticing their uneasiness, he went to them and said, 'O people! Allah seized our spirits (arwah) and if He had wished He would have returned them to us at a time other than this. So if you sleep through the time for a prayer or forget it and then are anxious about it, pray it as if you were praying it in its time.' The Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, turned to Abu Bakr and said, 'Shaytan came to Bilal when he was standing in prayer and made him lie down and lulled him to sleep like a small boy.' The Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, then called Bilal and told him the same as he had told Abu Bakr. Abu Bakr declared, 'I bear witness that you are the Messenger of Allah.' "

Section: Prohibition against Doing the Prayer at the Hottest Hour of the Day
Book 1, Number 1.7.27:
Yahya related to me from Malik from Zayd ibn Aslam from Ata ibn Yasar that the Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, said, "Scorching heat is a part of the blast of Jahannam. So, when the heat is fierce, delay the prayer until it gets cooler."

He added in explanation, "The Fire complained to its Lord and said, 'My Lord, part of me has eaten another part,' so He allowed it two breaths in every year, a breath in winter and a breath in summer."

Book 1, Number 1.7.28:
Malik related to us from Abdullah ibn Yazid the mawla of al-Aswad ibn Sufyan, from Abu Salama ibn Abd ar-Rahman from Muhammad ibn Abd ar-Rahman ibn Thawban from Abu Hurayra that the Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, said, "When the heat is fierce delay the prayer until it gets cooler, for scorching heat is a part of the blast of Jahannam."

He added, "The Fire complained to its Lord, so He allowed it two breaths in each year, a breath in winter and a breath in summer."

Book 1, Number 1.7.29:
Yahya related to me from Malik from Abu'z Zinad from al-Araj from Abu Hurayra that the Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, said, "When the heat is fierce, wait until it gets cooler before you do the prayer, for scorching heat is from the blast of Jahannam."

Section: The Prohibition against Entering the Mosque Smelling of Garlic and the Prohibition against covering the Mouth in Prayer
Book 1, Number 1.8.30:
Yahya related to me from Malik from Ibn Shihab from Said ibn al-Musayyab that the Messenger of Allah, may Allah bless him and grant him peace, said, "Anyone who eats this plant should not come near our mosques. The smell of the garlic will offend us."

Book 1, Number 1.8.31:
Yahya related to me from Malik from Abd ar-Rahman ibn al-Mujabbar that he used to see Salim ibn Abdullah pull the cloth away fiercely from the mouth of any man he saw covering his mouth while praying.

Dajjal in Kitab Al-Malahim Sunan Abu Daud

Book 37, Number 4278:
Narrated AbuHurayrah:

The Prophet (peace_be_upon_him) said: Allah will raise for this community at the end of every hundred years the one who will renovate its religion for it.

Book 37, Number 4281:
Narrated Mu'adh ibn Jabal:

The Prophet (peace_be_upon_him) said: The flourishing state of Jerusalem will be when Yathrib is in ruins, the ruined state of Yathrib will be when the great war comes, the outbreak of the great war will be at the conquest of Constantinople and the conquest of Constantinople when the Dajjal (Antichrist) comes forth. He (the Prophet) struck his thigh or his shoulder with his hand and said: This is as true as you are here or as you are sitting (meaning Mu'adh ibn Jabal).

Book 37, Number 4282:
Narrated Mu'adh ibn Jabal:

The Prophet (peace_be_upon_him) said: The greatest war, the conquest of Constantinople and the coming forth of the Dajjal (Antichrist) will take place within a period of seven months.

Book 37, Number 4283:
Narrated Abdullah ibn Busr:

The Prophet (peace_be_upon_him) said: The time between the great war and the conquest of the city (Constantinople) will be six years, and the Dajjal (Antichrist) will come forth in the seventh.

Book 37, Number 4284:
Narrated Thawban:

The Prophet (peace_be_upon_him) said: The people will soon summon one another to attack you as people when eating invite others to share their dish. Someone asked: Will that be because of our small numbers at that time? He replied: No, you will be numerous at that time: but you will be scum and rubbish like that carried down by a torrent, and Allah will take fear of you from the breasts of your enemy and last enervation into your hearts. Someone asked: What is wahn (enervation). Apostle of Allah (peace_be_upon_him): He replied: Love of the world and dislike of death.

Book 37, Number 4285:
Narrated AbudDarda':

The Prophet (peace_be_upon_him) said: The place of assembly of the Muslims at the time of the war will be in al-Ghutah near a city called Damascus, one of the best cities in Syria.

Book 37, Number 4287:
Narrated Awf ibn Malik:

The Prophet (peace_be_upon_him) said: Allah will not gather two swords upon this community: Its own sword and the sword of its enemy.

Book 37, Number 4288:
Narrated One of the Companions:

The Prophet (peace_be_upon_him) said: Let the Abyssinians alone as long as they let you alone, and let the Turks alone as long as they leave you alone.

Book 37, Number 4292:
Narrated AbuBakrah:

The Apostle of Allah (peace_be_upon_him) said: Some of my people will alight on low-lying ground, which they will call al-Basrah, beside a river called Dajjal (the Tigris) over which there is a bridge. Its people will be numerous and it will be one of the capital cities of immigrants (or one of the capital cities of Muslims, according to the version of Ibn Yahya who reported from AbuMa'mar).

At the end of time the descendants of Qantura' will come with broad faces and small eyes and alight on the bank of the river. The town's inhabitants will then separate into three sections, one of which will follow cattle and (live in) the desert and perish, another of which will seek security for themselves and perish, but a third will put their children behind their backs and fight the invaders, and they will be the martyrs.

Book 37, Number 4293:
Narrated Anas ibn Malik:

The Prophet (peace_be_upon_him) said: The people will establish cities, Anas, and one of them will be called al-Basrah or al-Busayrah. If you should pass by it or enter it, avoid its salt-marshes, its Kall, its market, and the gate of its commanders, and keep to its environs, for the earth will swallow some people up, pelting rain will fall and earthquakes will take place in it, and there will be people who will spend the night in it and become apes and swine in the morning.

Book 37, Number 4294:
Narrated AbuHurayrah:

Salih ibn Dirham said: We went on the pilgrimage and met a man who asked us: Is there a town near you called al-Ubullah? We said: Yes. He said: Is there any of you who will undertake to pray two or four rak'ahs on my behalf in the mosque of al-Ashshar, stating "they are on behalf of AbuHurayrah"?

He (AbuHurayrah) said: I heard my friend AbulQasim (peace_be_upon_him) say: On the Day of Resurrection Allah will raise martyrs from the mosque of al-Ashshar, who will be the only ones to rise with the martyrs of Badr.

Book 37, Number 4295:
Narrated Abdullah ibn Amr ibn al-'As:

The Prophet (peace_be_upon_him) said: Leave the Abyssinians alone as long as they leave you alone, for it is only the Abyssinian with short legs who will seek to take out the treasure of the Ka'bah.

Book 37, Number 4305:
Narrated Imran ibn Husayn:

The Prophet (peace_be_upon_him) said: Let him who hears of the Dajjal (Antichrist) go far from him for I swear by Allah that a man will come to him thinking he is a believer and follow him because of confused ideas roused in him by him.

Book 37, Number 4306:
Narrated Ubadah ibn as-Samit:

The Prophet (peace_be_upon_him) said: I have told you so much about the Dajjal (Antichrist) that I am afraid you may not understand. The Antichrist is short, hen-toed, woolly-haired, one-eyed, an eye-sightless, and neither protruding nor deep-seated. If you are confused about him, know that your Lord is not one-eyed.

Book 37, Number 4310:
Narrated AbuHurayrah:

The Prophet (peace_be_upon_him) said: There is no prophet between me and him, that is, Jesus (peace_be_upon_him). He will descent (to the earth). When you see him, recognise him: a man of medium height, reddish fair, wearing two light yellow garments, looking as if drops were falling down from his head though it will not be wet. He will fight the people for the cause of Islam. He will break the cross, kill swine, and abolish jizyah. Allah will perish all religions except Islam. He will destroy the Antichrist and will live on the earth for forty years and then he will die. The Muslims will pray over him.

Book 37, Number 4311:
Narrated Fatimah, daughter of Qays:

The Apostle of Allah (peace_be_upon_him) once delayed the congregational night prayer.

He came out and said: The talk of Tamim ad-Dari detained me. He transmitted it to me from a man who was on of of the islands of the sea. All of a sudden he found a woman who was trailing her hair. He asked: Who are you?

She said: I am the Jassasah. Go to that castle. So I came to it and found a man who was trailing his hair, chained in iron collars, and leaping between Heaven and Earth.

I asked: Who are you? He replied: I am the Dajjal (Antichrist). Has the Prophet of the unlettered people come forth now? I replied: Yes. He said: Have they obeyed him or disobeyed him? I said: No, they have obeyed him. He said: That is better for them.

Book 37, Number 4314:
Narrated Jabir ibn Abdullah:

The Apostle of Allah (peace_be_upon_him) said one day from the pulpit: When some people were sailing in the sea, their food was finished. An island appeared to them. They went out seeking bread. They were met by the Jassasah (the Antichrist's spy).

I said to AbuSalamah: What is the Jassasah? He replied: A woman trailing the hair of her skin and of her head. She said: In this castle. He then narrated the rest of the (No. 4311) tradition. He asked about the palm-trees of Baysan and the spring of Zughar. He said: He is the Antichrist. Ibn Salamah said to me: There is something more in this tradition, which I could not remember. He said: Jabir testified that it was he who was Ibn Sayyad.

I said: He died. He said: Let him die. I said: He accepted Islam. He said: Let him accept Islam. I said: He entered Medina. He said: Let him enter Medina.

Book 37, Number 4316:
Narrated Abdullah ibn Umar:

Nafi' told that Ibn Umar used to say: I swear by Allah that I do not doubt that Antichrist is Ibn Sayyad.

Book 37, Number 4317:
Narrated Jabir ibn Abdullah:

Muhammad ibn al-Munkadir told that he saw Jabir ibn Abdullah swearing by Allah that Ibn as-Sa'id was the Dajjal (Antichrist). I expressed my surprise by saying: You swear by Allah! He said: I heard Umar swearing to that in the presence of the Apostle of Allah (peace_be_upon_him), but the Apostle of Allah (peace_be_upon_him) did not make any objection to it.

Book 37, Number 4318:
Narrated Jabir ibn Abdullah:

We saw the last of Ibn Sayyad at the battle of the Harrah.

Book 37, Number 4319:
Narrated AbuHurayrah:

The Prophet (peace_be_upon_him) said: The Last Hour will not come before there come forth thirty Dajjals (fraudulents), everyone presuming himself that he is an apostle of Allah.

Book 37, Number 4320:
Narrated AbuHurayrah:

The Prophet (peace_be_upon_him) said: The Last Hour will not come before there come forth thirty liar Dajjals (fraudulents) lying on Allah and His Apostle.

Book 37, Number 4322:
Narrated Abdullah ibn Mas'ud:

The Apostle of Allah (peace_be_upon_him) said: The first defect that permeated Banu Isra'il was that a man (of them) met another man and said: O so-and-so, fear Allah, and abandon what you are doing, for it is not lawful for you. He then met him the next day and that did not prevent him from eating with him, drinking with him and sitting with him. When they did so. Allah mingled their hearts with each other.

He then recited the verse: "curses were pronounced on those among the children of Isra'il who rejected Faith, by the tongue of David and of Jesus the son of Mary"...up to "wrongdoers".

He then said: By no means, I swear by Allah, you must enjoin what is good and prohibit what is evil, prevent the wrongdoer, bend him into conformity with what is right, and restrict him to what is right.

Book 37, Number 4323:
Narrated Abdullah ibn Mas'ud:

A similar tradition (to the No. 4322) has also been transmitted by Ibn Mas'ud through a different chain of narrators to the same effect.

This version adds: "Or Allah will mingle your hearts together and curse you as He cursed them."

Book 37, Number 4324:
Narrated AbuBakr:

You people recite this verse "You who believe, care for yourselves; he who goes astray cannot harm you when you are rightly-guided," and put it in its improper place.

Khalid's version has: We heard the Prophet (peace_be_upon_him) say: When the people see a wrongdoer and do not prevent him, Allah will soon punish them all. Amr ibn Hushaym's version has: I heard the Apostle of Allah (peace_be_upon_him) say: If acts of disobedience are done among any people and do not change them though the are able to do so, Allah will soon punish them all.

Book 37, Number 4325:
Narrated Jabir ibn Abdullah:

The Prophet (peace_be_upon_him) said: If any man is among a people in whose midst he does acts of disobedience, and, though they are able to make him change (his acts), they do not change, Allah will smite them with punishment before they die.

Book 37, Number 4327:
Narrated AbuTha'labah al-Khushani:

AbuUmayyah ash-Sha'bani said: I asked AbuTha'labah al-Khushani: What is your opinion about the verse "Care for yourselves".

He said: I swear by Allah, I asked the one who was well informed about it; I asked the Apostle of Allah (peace_be_upon_him) about it.

He said: No, enjoin one another to do what is good and forbid one another to do what is evil.

But when you see niggardliness being obeyed, passion being followed, worldly interests being preferred, everyone being charmed with his opinion, then care for yourself, and leave alone what people in general are doing; for ahead of you are days which will require endurance, in which showing endurance will be like grasping live coals. The one who acts rightly during that period will have the reward of fifty men who act as he does.

Another version has: He said (The hearers asked:) Apostle of Allah, the reward of fifty of them?

He replied: The reward of fifty of you.

Book 37, Number 4328:
Narrated Abdullah ibn Amr ibn al-'As:

The Prophet (peace_be_upon_him) said: How will you do when that time will come? Or he said: A time will soon come when the people are sifted and only dregs of mankind survive and their covenants and guarantees have been impaired and they have disagreed among themselves and become thus, interwining his fingers. They asked: What do you order us to do, Apostle of Allah? He replied: Accept what you approve, abandon what you disapprove, attend to your own affairs and leave alone the affairs of the generality.

Book 37, Number 4329:
Narrated Abdullah ibn Amr ibn al-'As:

When we were around the Apostle of Allah (peace_be_upon_him), he mentioned the period of commotion (fitnah) saying: When you see the people that their covenants have been impaired, (the fulfilling of) the guarantees becomes rare, and they become thus (interwining his fingers). I then got up and said: What should I do at that time, may Allah make me ransom for you? He replied: Keep to your house, control your tongue, accept what you approve, abandon what you disapprove, attend to your own affairs, and leave alone the affairs of the generality.

Book 37, Number 4330:
Narrated AbuSa'id al-Khudri:

The Prophet (peace_be_upon_him) said: The best fighting (jihad) in the path of Allah is (to speak) a word of justice to an oppressive ruler.

Book 37, Number 4331:
Narrated Amirah al-Kindi:

The Prophet (peace_be_upon_him) said: When sin is done in the earth, he who sees it and disapproves of it will be taken like one who was not present, but he who is not present and approves of it will be like him who sees.

Book 37, Number 4335:
Narrated AbuTha'labah al-Khushani:

The Prophet (peace_be_upon_him) said: Allah will not fail to detain this community for less than half a day.

Book 37, Number 4336:
Narrated Sa'd ibn AbuWaqqas:

The Prophet (peace_be_upon_him) said: I hope my community will not fail to maintain their position in the sight of their Lord if He delays them half a day. Sa'd was asked: How long is half a day? He said: It is five hundred years.



Copyright 2007 - 2009 CMJE and the University of Southern California