Sabtu, 19 Maret 2011

APAKAH PARA IMAM MENDAPATKAN ILHAM?

Menurut Al-Quran, berkomunikasi dengan malaikat bukanlah sesuatu yang khusus bagi para Nabi dan Rasul. Allah Swt menyebutkan dalam Al-Quran bahwa Maryam (ibunda Nabi Isa as) berkomunikasi dengan malaikat, dan malaikat berbicara dengan Saidah Maryam as. Lihatlah Al-Quran mengenai percakapan Bunda Saidah Maryam as dan para malaikat :

وَإِذْ قَالَتِ الْمَلاَئِكَةُ يَا مَرْيَمُ إِنَّ اللّهَ اصْطَفَاكِ وَطَهَّرَكِ وَاصْطَفَاكِ عَلَى نِسَاء الْعَالَمِينَ

Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril)berkata: "Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengankamu). (QS ALI-IMRAN 42)

يَا مَرْيَمُ اقْنُتِي لِرَبِّكِ وَاسْجُدِي وَارْكَعِي مَعَ الرَّاكِعِينَ

Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk. (QS ALI-IMRAN 43)

ذَلِكَ مِنْ أَنبَاء الْغَيْبِ نُوحِيهِ إِلَيكَ وَمَا كُنتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يُلْقُون أَقْلاَمَهُمْ أَيُّهُمْ يَكْفُلُ مَرْيَمَ وَمَا كُنتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يَخْتَصِمُونَ

Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita gaib yang Kami wahyukan kepada kamu (ya Muhammad); padahal kamu tidak hadir beserta mereka,ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka(untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa. ((QS ALI-IMRAN 44)

إِذْ قَالَتِ الْمَلآئِكَةُ يَا مَرْيَمُ إِنَّ اللّهَ يُبَشِّرُكِ بِكَلِمَةٍ مِّنْهُ اسْمُهُ الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ وَجِيهًا فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمِنَ الْمُقَرَّبِينَ

(Ingatlah), ketika Malaikat berkata: "Hai Maryam, sesungguhnya Allah menggembirakan kamu(dengan kelahiran seorang putra yang di ciptakan)dengan kalimat (yang datang) daripada-Nya, namanya Al-Masih Isa putra Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah), (QS ALI-IMRAN 45)

وَيُكَلِّمُ النَّاسَ فِي الْمَهْدِ وَكَهْلاً وَمِنَ الصَّالِحِينَ

dan dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa dan dia termasuk di antara orang-orang yang saleh." (QS ALI-IMRAN 46)

قَالَتْ رَبِّ أَنَّى يَكُونُ لِي وَلَدٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ قَالَ كَذَلِكِ اللّهُ يَخْلُقُ مَا يَشَاء إِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُن فَيَكُونُ

Maryam berkata: "Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-laki pun." Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril): "Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: "Jadilah", lalu jadilah dia. (QS ALI-IMRAN 47)

Ada sebuah percakapan yang lengkap antara Saidah Maryam as dan malaikat. Lihatlah beberapa ayat sebelumnya dan sesudahnya dari ayat di atas! Saidah Maryam as bukanlah seorang Nabi atau Rasul dan beliau termasuk wanita yang disucikan oleh Allah seperti yang tercantum pada ayat ke 42 surat di atas. Tetapi, ia dapat berkomunikasi dengan, malaikat. Namun demikian, komunikasi antara Saidah Maryam as dengan malaikat tidak berkaitan dengan syariat agama. Percapakannya tidak ada sangkut paut dengan praktik agama. Tetapi lebih berupa berita tentang apa yang akan terjadi, dan perintah yang harus dilakukan.

Selain itu ada bukti lain dalam Al-Quran yang menceritakan istri Nabi Ibrahim as berkomunikasi dengan malaikat yang membawakannya beita gembira bahwa ia akan mengandung Nabi Ishaq as.

وَلَقَدْ جَاءتْ رُسُلُنَا إِبْرَاهِيمَ بِالْبُشْرَى قَالُواْ سَلاَمًا قَالَ سَلاَمٌ فَمَا لَبِثَ أَن جَاء بِعِجْلٍ حَنِيذٍ
فَلَمَّا رَأَى أَيْدِيَهُمْ لاَ تَصِلُ إِلَيْهِ نَكِرَهُمْ وَأَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيفَةً قَالُواْ لاَ تَخَفْ إِنَّا أُرْسِلْنَا إِلَى قَوْمِ لُوطٍ
وَامْرَأَتُهُ قَآئِمَةٌ فَضَحِكَتْ فَبَشَّرْنَاهَا بِإِسْحَقَ وَمِن وَرَاء إِسْحَقَ يَعْقُوبَ
قَالَتْ يَا وَيْلَتَى أَأَلِدُ وَأَنَاْ عَجُوزٌ وَهَذَا بَعْلِي شَيْخًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عَجِيبٌ
قَالُواْ أَتَعْجَبِينَ مِنْ أَمْرِ اللّهِ رَحْمَتُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ إِنَّهُ حَمِيدٌ مَّجِيدٌ


Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami(malaikat-malaikat) telah datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan:"Salaman" (Selamat). Ibrahim menjawab: "Salamun"(Selamatlah), maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang.

Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka,dan merasa takut kepada mereka. Malaikat itu berkata:"Jangan kamu takut, sesungguhnya kami adalah(malaikat-malaikat) yang diutus kepada kaum Lut."

Dan istrinya berdiri (di balik tirai) lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir putranya) Yakub.

Istrinya berkata: "Sungguh mengherankan,apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan yang sudah tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh.

Para malaikat itu berkata: "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah?(Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah."
(QS HUD 69-73)

Bahkan saudara kita dari Ahlulsunnah menyatakan bahwa Imran bin Khuza'i yang merupakan salah satu sahabat Nabi saw dikunjungi oleh malaikat bahkan menyapa mereka, berjabatan tangan dan memandang mereka. Ia hanya ditinggalkan oleh mereka sesaat setelah para malaikat kembali hingga wafatnya.

(Referensi hadis Ahlulsunnah : Shahih Muslim, jilid 4, hal.47-48; Tafsir Shahih Muslim, Nabawi, jilid 8, hal 206 dan oleh Abi dan Sanusi, jilid 3, hal.361; Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 4, hal 427-428; Sunan, Darimi, jilid 2, hal 305; Al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal 472; Tabaqat, Ibnu Sa'd, jilid 7 bag 1, hal 6; Al-Isti'ab, Ibnu Abdul Barr, jilid 3 hal 1208; Usd al-Ghabah, Ibnu Atsir, jilid 4, hal 138; Jami' al-Ushul, Ibnu Atsir, jilid 7, hal 551; Al-Ishabah, Ibnu Hajar Asqalani, Jilid 3, hal 26-27; Tahdzib at-Tahdzib, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 8, hal 126; Fath al-Bari, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 12, hal 261; Syarh al-Mawahib, Qastalani, jilid 7, hal 133)

Tidak ada keraguan bahwa Imam 'Ali as adalah Muhaddats yang artinya "Seseorang yang telah di ajak bicara". Tidak hanya Imam 'Ali as, tetapi semua Imam dua belas as, demikian juga dengan Saidah Fathimah Az-Zahra as.

Berdasarkan hadis Ahlulsunnah yang shahih, diriwayatkan Abu Hurairah dan Aisyah ra bahwa Nabi Muhammad saw bersabda :

"Di antara umat sebelum kamu terdapat orang-orang yang menjadi muhaddatsun (orang yang dapat mengetahui sesuatu akan terjadi dengan benar, seperti orang-orang yang telah diberi ilham oleh kekuatan Ilahi), dan apabila ada orang-orang seperti itu di antara pengikutku, mereka adalah...."

(Referensi hadis Ahlulsunnah : Shahih Bukhari, hadis 4.675 versi bahasa arab-inggris)

Dalam Shahih Bukhari, diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Di antara bangsa-bangsa sebelummu ada orang-orang yang sering di beri ilham (meskipun mereka bukanlah para Nabi). Dan apabila terdapat orang-orang seperti itu, di antara pengikutku, mereka adalah...."

(Referensi hadis Ahlulsunnah : Shahih Bukhari, hadis 5.38 versi bahasa arab-inggris)

Di riwayatkan oleh Abu Hurairah, Nabi Muhammad saw bersabda, "Di antara bangsa Israil yang hidup sebelum kalian, ada orang-orang yang sering mendapat ilham melalui petunjuk, meskipun mereka bukan para Nabi, dan apabila terdapat orang-orang seperti itu, di antara pengikutku, mereka adalah...."

Selain itu diriwayatkan Nabi Muhammad saw bersabda, "Sesungguhnya di antara bangsa-bangsa yang hidup sebelum kalian terdapat orang-orang muhaddatsun dan apabila ada salahs eorang di antara pengikutku, ia adalah...."

Nabi Muhammad saw juga bersabda, "Sesungguhnya di antara bani Israil sebelum kalian terdapat orang-orang yang di ajak berbicara (Rijalun Yukallamun) dan mereka bukan para Rasul dam apabila ada salah satu di antara umatku, ia adalah..."

(catatan : Kami sengaja menghilangkan nama-nama sahabat Nabi Muhammad saw pada hadis di atas karena ke-muhaddasannya tidak diyakini umat Syi'ah. Mengenai pendapat Syi'ah, lihat pada Al-Ghadir, AMini, jilid 5, hal.42-54, jilid 8, hal.90-91. Di sebutkan bahwa menurut penafsiran Ahlulsunnah di atas, Muhaddats disini berarti seseoang yang di beri bisikan ghaib dari Allah, bertemu malaikat, bekomunikasi dengan mereka dan diberitahu tentang berita-berata Ghaib (Jangan samakan dengan ilmu Ghaib yang hanya dimiliki Allah) Mengenai hal-hal yang terjadi saat ini dan yang akan datang, dan para sahabat yang disebutkan pada hadis tersebut memiliki atribut-atribut ini!)

Kesimpulannya adalah bahwa eksistensi Muhaddatsun (orang-orang yang di ajak berkomunikasi) merupakan suatu hal yang dibenarkan oleh semua umat Islam dan bahwa hal ini bukan sesuatu yang bertentangan dengan ajaran dasar agama Islam. Catatan saudara kita dari Ahlulsunnah di atas juga membenarkan bahwa Muhaddatsun bukanlah para Nabi dan juga mereka tidak membawa syariat (aturan Ilahi) dari Allah Swt kepada umat.

Berikut ini definisi Nabi, Rasul dan Imam. Nabi adalah orang yang menerima syariat. Syariat disini berkaitan dnegan keyakinan (aqaid) atau dengan aktivitas praktis (ibadah). Syariat meliputi urusan kehidupan Nabi dan juga umatnya atau keduanya. Ini adalah definisi dasar dari Nabi, meskipun seorang Nabi juga mungkin diberitahu hal lain. Turunnya syariat ini dapat langsung atau melalui perantara sepeprti malaikat.

Rasul adalah Nabi yang menerima syariat yang berkaitan dengan dirinya dan orang lain selain dirinya. Sedangkan Imam adalah orang yang ditunjuk oelh Allah Swt sebagai pemimpin dan sebagai petunjuk yang kepadanya ketaatan harus kita berikan dan orang-orang harus mengikutinya, kita perhatikan firman Allah berikut:

وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَإِقَامَ الصَّلَاةِ وَإِيتَاء الزَّكَاةِ وَكَانُوا لَنَا عَابِدِينَ

Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin (aimmah) yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang,menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami lah merekaselalu menyembah,

Rasul adalah pembawa peringatan dan Imam adalah penunjuk jalan atau cahaya petunjuk, kita simak firman Allah berikut ini:

وَيَقُولُ الَّذِينَ كَفَرُواْ لَوْلآ أُنزِلَ عَلَيْهِ آيَةٌ مِّن رَّبِّهِ إِنَّمَا أَنتَ مُنذِرٌ وَلِكُلِّ قَوْمٍ هَادٍ


Orang-orang yang kafir berkata: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu tanda(kebesaran) dari Tuhannya?" Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan; dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yang memberi petunjuk. (QS AR-RA'D : 7)

وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ النُّجُومَ لِتَهْتَدُواْ بِهَا فِي ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ قَدْ فَصَّلْنَا الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami) kepada orang-orang yang mengetahui. (QS AL-AN'AM : 97)

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ

Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin (aimmah)yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami. (QS AS-SAJDAH : 24)

Selain itu ada bukti bahwa Ibu Nabi Musa as justru menerima wahyu dan bukan ilham, berikut firman Allah dalam Al-Quran :

وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيهِ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ وَلَا تَخَافِي وَلَا تَحْزَنِي إِنَّا رَادُّوهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِينَ

Dan Kami wahyukan kepada ibu Musa; "Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul. (QS AL-QASAS : 7)

Perhatikanlah teks dalam bahasa arabnya, Alquran menggunakan kata "Wahy" bukan "Ilham", tapi entah mengapa dalam terjemahan versi Depag RI dan terjemahan inggris Yusuf Ali Wahy diterjemahkan menjadi Ilham, Wahy adalah Revelation dan Ilham adalah Inspiration, itu adalah dua hal yang berbeda, bukankah itu sudah menyalahi tata bahasa arab yang sebenarnya?

Terdapat bukti lagi dalam Shahih Bukhari hadis 5.739 bahwa Saidah Fathimah pun berkomunikasi dengan malaikat Jibril as :

"...Wahai Ayah! Kami menyampaikan berita ini (kematianmu) kepada Jibril.'..."

Perhatikan bahwa Saidah Fathimah as menyampaikan berita syahidnya Nabi Muhammad saw kepada malaikat Jibril as.

Dalam hadis Ahlulsunnah lainnya dikatakan bahwa malaikat Jibril as sering mengunjungi (bertamu) Imam Hasan as bin Imam 'Ali bin Abi Thalib as. Di riwayatkan bahwa Imam Hasan Bin 'Ali menyatakan ucapan di bawah ini dalam sebuah khutbah yang ia sampaikan ketika Imam 'Ali Syahid, "Aku berasal dari keluarga Ahlulbait. Keluarga yang malaikat Jibril sering mendatangi kami dan pergi ke surga setelah menemui kami."

(referensi hadis Ahlulsunnah : Ibnu Asakir, sebagaimana yang dikutip dalam tafsir Ad-Durr al-Mantsur)

Ketika Imam Hasan menggunakan istilah "Kami", artinya bahwa bukan hanya Nabi Muhammad saw saja yang sering di datangi malaikat Jibril as. Tentu saja malaikat Jibril as tidak menyampaikan sesuatu dari Al-Quran kepada Imam Hasan. Tetapi hadis Ahlulsunnah di atas menunjukkan bahwa mereka dapat berkomunikasi dengan malaikat Jibril as.

Kamis, 17 Maret 2011

Apakah istri-istri Nabi Muhammad (saw) termasuk ahlul baitnya?

Salah satu alasan saudara kita dari sunni memasukkan Aisyah ke dalam anggota halul bait dikarenakan dia bergelar Ummahatul Mukminin. Namun, mari kita renungkan fakta-fakta berikut ini.

Dalam Shahih Muslim bab keutamaan sahabat, bagian keutamaan 'Ali, edisi 1980 terbitan arab Saudi, versi Arab, jilid 4, halaman 1874 hadis ke 37 Ibnu Hayyan meriwayatkan :

"Kami pergi ke zaid bin Arqam dan berkata kepadanya, 'Kamu telah menemukan kebaikan (sebab kamu memiliki kemuliaan) karena dapat hidup di kalangan sahabat-sahabat Nabi Muhammad saw dan melaksanakan shalat bersama-sama dengan beliau,' (dan bunyi hadis selajutnya sama dengan 3 hadis sebelumnya), tetapi Nabi Muhammad saw berkata, 'Camkanlah! Aku meninggalkan bersama kalian dua barang / perkara yang berat, salah satunya adalah Kitabullah...,' (dan dalam hadis ini kami temukan kata-kata) 'Kami berkata. 'Siapakah Ahlulbait beliau tersebut (yang dimaksudkan oleh Nabi Muhammad saw)? Apakah mereka adalah istri-istri beliau?' Atas pertanyaan tersebut Zaid berkata, 'Tidak, demi Allah! Seorang perempuan hidup bersama dengan seorang pria (sebagai istrinya) untuk sementara waktu. Dia (pria) kemudian (dapat) menceraikannya dan dia (perempuan itu) kemabli kepada orangtua dan kaumnya. Ahlulbait Nabi Muhammad saw adalah garis darah dan keturunan beliau (orang-orang yang berasal dari keturunan beliau) yang dilarang menerima sedekah.'"

Masih dalam Shahih Muslim, bab keutamaan sahabat, bagian keutamaan 'Ali, edisi 1980 terbitan Arab Saudi, versi Arab, jilid 4, halaman 1873, hadis ke 36, Muslim melaporkan bahwa Zaid bin Arqam berkata :

"Aku telah menua dan telah melupakan beberapa hal yang telah aku ingat dalam hubungannya dengan Rasulullah saw. Jadi, terimalah apa saja yang aku riwayatkan padamu, dan terhadap apa yang tidak aku riwayatkan! Janganlah memaksaku untuk melakukannya!"

Zaid kemudian berkata, "Suatu hari Rasulullah saw berdiri dan berkhutbah di sebuah telaga yang dikenal sebagai Khum yang terletak di antara Mekkah dan Madinah. Beliau memuji Allah, mensucikan-Nya, dan berkhutbah dan mendesak kita seraya mengatakan, 'Kini sampai ke tujuan kita, wahai manusia! Aku adalah seorang manusia. Aku hampir kedatangan menerima kedatangan utusan Tuhanku dan aku harus menjawab panggilan itu. Tetapi aku meninggalkan bersama kalian dua barang yang berat. Salah satunya adalah Kitabullah....Yang kedua adalah anggota rumah tanggaku (Ahlulbait). Demi Allah, aku mengingatkan kalian (akan tugas kalian) terhadap Ahllbaitku! (beliau mengucapkannya tiga kali)'"

Dia (Husein bin Sabra) bertanya kepada Zaid, "Siapakah anggota Ahlulbait beliau? Bukankah istri-istri beliau termasuk Ahlulbait?" Zaid menjawab, "Istri-istri beliau termasuk Ahlulbait, tetapi 'Ahlul' disini adalah orang-orang yang dilarang menerima zakat.'

Dia (Husein bin Sabra) bertanya kembali , 'Siapakah mereka?' Dia kemudian menjawab, 'Ali dan keturunannya, Aqil dan keturunannya, dan keturunan Ja'far dan keturunan Abbas.'
"

Terlihat bahwa pada kalimat hadis yang saya bold bukan kata-kata Nabi Muhammad saw, itu hanyalah pendapat pribadi Zaid bin Arqam. Berlawanan dengan hadis sebelumnya, disini Zaid menyatakan bahwa 'Istri-istri Nabi adalah termasuk diantara Ahlulbait beliau tetapi Ahlulbait di sini adalah (orang-orang yang dilarang menerima zakat)...'Ali dan keturunannya,...dan keturunan abbas.'

Yang jadi pertanyaan adalah : Haruskah kita mengikuti perkataan Nabi Muhammad saw yang menyebutkan dengan rinci siapakah Ahlulbait beliau, atau kita mesti menerima pendapat salah seorang sahabat yang dalam kasus ini, bertentangan dengan pendapat Nabi Muhammad saw?

Di samping itu, sejarah telah mengatakan kepada kita bahwa terdapat banyak tiran / diktator di antara Abbasiyah (keturunan Abbas). Dapatkah kita menaati mereka dan mencintai mereka? Padahal Allah Swt berfirman dalam Quran, Dan janganlah kamu menaati orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka (QS Al-Insan 24).

Apakah para tiran dari kalangan Abbasiyah adalah termasuk Ahlulbait yang diletakkan oleh Rasulullah berdampingan dengan Quran sebagai salah satu dari dua barang berharga yang beliau tinggalkan untuk umat beliau agar mereka menaatinya setelah beliau?

Hal ini menunjukkan bahwa Ahlulbait adalah orang-oang yang khusus dan tidak termasuk di dalamnya kerabat-kerabat Nabi Muhammad saw. Secara kebahasaan, kata 'Ahlulbait' sama seklai tidak mengandung makna kerabat. Kata ini secara kebahasaan berarti orang yang muncul dari darah beliau sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadis Zaid bin Arqam yang pertama. Jadi, bahkan istri-istri Nabi tidak termasuk ke dalam Ahlulbait.

Ketika Nabi dengan jelas tidak memasukkan istri-istri beliau ke dalam Ahlulbait, seperti Aisyah, Ummu Salamah dan Shafiyah juga menegaskan kenyataan ini, dan ketika Zaid bersumpah demi Allah bahwa istri-istri Nabi tidak termasuk ke dalam Ahlulbait , maka tidak ada pilihan lain kecuali menerima kenyataan bahwa istri-istri Rasulullah bukan termasuk anggota Ahlulbait.

Kini kita fokuskan pandangan kalimat terakhir dari hadis Zaid bin Arqam yang pertama : 'Seorang perempuan hidup bersama dengan seorang pria (sebagai istrinya) untuk sementara waktu. Dia (pria) kemudian (dapat) menceraikannya dan dia (perempuan itu) kemabli kepada orangtua dan kaumnya. Ahlulbait Nabi Muhammad saw adalah garis darah dan keturunan beliau (orang-orang yang berasal dari keturunan beliau) yang dilarang menerima sedekah.'

Ini adalah penalaran yang tepat. Hubungan pernikahan antara seorang pria dan perempuan tidak pernah dianggap sebagai permanen. Hubungan itu hanyalah hubungan yang kondisional dan dapat putus setiap saat, sebab seorang istri dapat diceraikan.

Kenyataan bahkan menunjukkan bahwa dua istri Nabi yaitu Aisyah bin Abu Bakar dan Hafshah binti Umar bin Khattab pernah di ancam untuk diceraikan dari Nabi oleh Quran, disebabkan oleh sebuah berita rahasia yang mereka ceritakan kepada orangtua mereka.

Sudah umum diketahui bahwa ayat-ayat berikut ini adalah diturunkan berkenaan tentang perilaku buruk Aisyah dan Hafshah :

Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang isterinya (Hafsah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafsah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu (pembicaraan Hafsah dan Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafsah). Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan Aisyah) lalu (Hafsah) bertanya: "Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?" Nabi menjawab: "Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS At-Tahrim 3)

Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula. (QS At-Tahrim 4)

Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan isteri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan. (QS At-Tahrim 5)

Ingat! yang mengecam aisyah dan Hafshah adalah Allah Swt sendiri melalui firman-Nya.

========================================================
PENJELASAN SHAHIH BUKHARI ATAS SURAT AT-TAHRIM AYAT 5
========================================================

Pada jilid 6 kitan shahih bukhari edisi arab-inggris, di bab yang berjudul Boleh jadi, jika dia menceraikan kalian, Tuhannya akan..." (At-Tahrim 5), dapat ditemukan hadis-hadis sebagai berikut :

Diriwayatkan dari Umar bin Khattab, "Istri-istri Nabi karena kecemburuan mereka, saling membantu untuk melawan Nabi, sehingga aku berkata kepada mereka, 'Boleh jadi, jika dia menceraikan kalian, Allah akan memberikannya istri-istri pengganti yang lebih baik dari kalian!' Maka dmeikianlah ayat ini (QS 66:5) di turunkan." (Shahih Bukhari, hadis 6.438, jilid 6, hadis ke 438)

Di riwayatkan dari Ibnu Abbas, "Saya bermaksud bertanya kepada Umar, maka saya katakan, 'Siapakah dua orang perempuan yang mencoba saling membantu dalam menentang Rasulullah?' saya berkata, 'Mereka adalah aisyah dan Hafshah'." (Shahih Bukhari hadis 6.436)

Jika Allah smapai mengancam kedua istri Nabi itu dengan perceraian disebabkan mereka saling membantu dalam menentang Nabi, lalu bagaimana bisa kita menyatakan bahwa mereka adalh suci dan bebas dari dosa (maksum)? Lagipula, hadis beriut ini menegaskan bahwa Nabi Muhammad saw meninggalkan Aisyah dan Hafshah selama sebulan penuh sebagai hukuman atas terbongkarnya berita rahasia tersebut :

Di riwayatkan dari Ibnu Abbas: "Saya ingin sekali bertanya kepada Umar bin Khattab tentang dua perempuan di antara istri-istru Nabi yang tentang mereka Allah berfirman, Jika kalian berdua bertobat kepada Allah, maka hati kalian memang telah condong...(QS 66:4), hingga Umar melaksanakan Haji, dan saya juga melaksanakan Haji bersamanya....Lalu saya berkata kepadanya, 'Wahai Amirul Mukminin! Siapakah dua orang perempuan di antara istri-istri Nabi yang tentang mereka Allah berfirman Jika kalian berdua bertobat kepada Allah, maka hati kalian memang telah condong...(QS 66:4)' Dia berkata, 'Saya heran dengan pertanyaanmu itu hai Ibnu Abbas! Mereka adalah Aisyah dan Hafshah.'"

Jdai sangatlah tidak logis jika menyatakan bahwa istri-istri Nabi yang membangkang dan di kecam langsung oleh Allah termasuk dalam Ahlulbait yang disucikan dalam surat Al-Ahzab ayat 33.

Jumat, 04 Maret 2011

Rukun Islam Menurut Pandangan Syi'ah

Dunia tempat persinggahan sementara bagi kita semua terdiri atas berbagai agama dan aliran keyakinan. Sudah menjadi sifat alami manusia untuk menilai para penganut keyakinan atau agama lain sebagai para penyimpang (orang-orang tersesat) selain keyakinan yang ia anut sendiri. Tapi, sangatlah tidak benar menganggap keyakinan yang kita yakini sebagai yang paling benar tanpa melakukan riset terlebih dahulu terhadap keyakinan yang kita yakini, bisa saja kita yang salah, bukankah demikian?

Menurut keyakinan Islam aliran Syi'ah Imamiyah, Islam tegak atas lima pilar, yakni :

1. Tauhid (Ke-Esa-an Allah)
2. Al-adl (Keadilan Ilahi )
3. Nubuwah (Kenabian)
4. Imamah (Kepemimpinan Ilahiat)
5. Qiyamat (Hari Pengadilan)

=============
TAUHID
=============
Semua agama dan keyakinan pasti memiliki konsep ke-Tuhanan. Tapi beberapa dari keyakinan tersebut menambahkan atribut-atribut pada Dzat Tuhan. Menurut keyakinan penganut Yudaisme (Yahudi), mereka meyakini bahwa Tuhan memiliki perasaan sebagaimana ciptaan-Nya, butuh jalan-jalan, makan bahkan tidur.

Dapat kita lihat dalam perjanjian lama ketika Tuhan mengadzab kaum Nabi Nuh (as) melalui badai yang besar, Tuhan kemudian menyesali perbuatan-Nya bahkan sampai malu terhadap diri-Nya sendiri. Karena penyesalan-Nya, dikatakan Dia menangis berhari-hari lamanya, dan kedua mata-Nya menjadi terluka karena tangisan-Nya, yang dimana akhirnya para malaikat menghibur-Nya.

Perjanjian lama juga menyatakan bahwa Tuhan secara langsung bertemu dengan Nabi Ibrahim (as) yang kemudian Nabi Ibrahim (as) menyambut-Nya dengan penuh hormat dan mempersilahkan Tuhan duduk di bawah sebuah pohon, agar Nabi Ibrahim (as) bisa memberikannya makanan dan minuman serta mencuci kaki-Nya.

Kita juga melihat dalam perjanjian lama 32:28 bahwa "Namamu tidak akan disebutkan lagi Yakub, tetapi Israel, sebab engkau telah bergumul melawan Allah dan manusia, dan Engkau menang.(ini berarti Nabi Yakub (as) bisa mengalahkan Tuhan)"

Keterangan diatas merupakan salah satu contoh penyimpangan pemberian atribut-atribut kemanusiaan pada diri Tuhan.

dalam keyakinan Syi'ah, tidak ada sesuatu pun yang setara bahkan menyerupai Tuhan. Ia tidak terjangkau dengan akal manusia. Kita simak firman Allah berikut yang menjadi dasar keyakinan Tauhid Syi'ah Imamiyah :

Engkau tidaklah menemukan yang serupa dengan-Nya (Allah)”. (QS. Maryam: 65)

Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya, dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya”. (QS. as-Syura: 11)

Juga dapat dilihat dalam hadis berikut : “Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam bersabda: “Allah ada pada azal (Ada tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya”. (H.R. al-Bukhari, al-Bayhaqi dan Ibn al-Jarud)

Namun sayangnya, di beberapa aliran Islam ternyata juga ada memberikan atribut-atribut kemanusiaan pada Dzat Tuhan. Seperti, Tuhan memiliki bentuk tubuh fisik seperti ciptaan-Nya, memiliki darah, betis, pinggang, organ dalam dan lain-lain. Sebagai contoh seperti yang terdapat dalam kitab ‘Al Milal wa al Nahal’ oleh seorang Imam Ahlul Sunnah yakni Abdul Karim Sharastani yang menyatakan bahwa Abu Dawud Zuhri dan para pengikutnya meyakini keyakinan menyimpang semacam ini.

INKARNASI

Di beberapa agama dan aliran kepercayaan meyakini bahwa Tuhan bisa ber-inkarnasi, yang berarti Dia bisa menggunakan sarana "tubuh" utnuk menyelesaikan tugas-Nya. Penganut keyakinan Hindu di India meyakini bahwa Tuhan menggunakan "Autar" atau "berhala" untuk menciptakan Diri-Nya Sendiri, sebagai contoh sekte RAM Chandar jee, meskipun sekte-sekte baru dalam hinduisme semacam sekte Ariyaa tidak menganggap sudut pandang semacam itu.

Agama-agama kuno meyakini kepercayaan ini dan sebagian besar (tidak semuanya) aliran "sufi" meyakini segala sesuatu merupakan Tuhan. Dalam keyakinan Hindu mereka meyakini bahwa Tuhan pun dapat ber-inkarnasi menjadi seekor kucing, anjing atau hewan-hewan lainnya. Dan sebagian aliran sufi meyakini bahwa Tuhan dapat ber-inkarnasi menjadi diri si sufi itu sendiri, sebagai contoh seornag wali bernama Mansur al-Hallaj yang menyebut dirinya "Innal Haqq" atau "Ana al-Haqq".

Pendekatan semacam ini tidak dapat diterima, sebab Allah di atas segala hal yang bernama Inkarnasi. Tuhan Maha Tidak Terbatas ataupun tidak memiliki batas, Dia Maha Tak Terhingga. Individu-individu yang meyakini inkarnasi ini telah gagal dalam menyadari bahwa makhluk (ciptaan-Nya) selalu memiliki batas dan terikat ruang dan waktu.

KEBIASAAN BURUK

Beberapa agama juga meyakini bahwa Tuhan pun dapat berdusta, inilah sebabnya Maulana Abdullah Tonki (Seorang Profesor di Oriental College di Lahore) menulis berbagai karya ilmiah dalam menyangkal hal semacam ini. Beberapa agama juga menyakni bahwa Tuhan dapat bersikap bebal terhadap pengetahuan yang berkaitan dengan filosofi ataupun dengan kepercayaan masyarakat yunani kuno, bahkan dalam aliran asy'ari meyakini bahwa Tuhan dapat bergantung.

Tuhan tidak mungkin bergantung (entah pada makhluk atau entah pada apa)inilah sebabnya banyak ulama islam yang menentang pandangan semacam ini.

POLYTHEISM

Beberapa agama juga meyakini bahwa Tuhan memilik pasangan, sebagaimana keyakinan penganut agama Nasrani Trinitarian belakangan ini. Mereka meyakini bahwa Tuhan terdiri atas tiga entitas, yakni Bapa, Anak, dan Ruh Kudus. Hal, semacam ini sudah termasuk dalam kategori syirik akbar. Sebab, Allah itu Satu dan tidak membutuhkan entitas-entitas ataupun pasangan-pasangan. Dalam aliran kepercayaan Aria meyakini bahwa Tuhan terdiri atas Ruh dan Atom, dan meyakini bahwa Ruh dan Atom tidak terbatas.

========================
AL-ADL (KEADILAN)
========================
Menurut keyakinan Syi'ah, pilar kedua dalam Islam adalah Keadilan, yang berarti Tuhan itu Adil dan Bijaksana (apakah ada dari anda yang meyakini bahwa Allah tidak adil?)

Menurut Syeikh Shaduq dalam kitab I'tiqādatul Imāmiyyah versi bahasa inggris halaman 65 beliau menulis :

"Sesungguhnya Allah yang Maha Suci dan Maha di atas segala sesuatu, telah memerintahkan kita untuk berbuat adil, sedangkan Dia sendiri memperlakukan kita dengan sesuatu yang lebih baik, yakni kasih karunia (tafaddul). Dia yang Maha Agung dan Maha Perkasa berfirman :

'Barang siapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barang siapa yang membawa perbuatan yang jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengankejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan)'. (QS 6 : 160)

Keadilan (al-adl) berarti bahwa Ia memerlukan tindakan yang baik dengan perbuatan baik dan perbuatan jahat dengan perbuatan jahat. Nabi Muhammad Saw bersabda : 'Tidak ada orang yang pernah masuk surga hanya berdasarkan tindakan (baiknya) itu (saja). Kecuali karena Rahmat Allah yang Maha Perkasa.'"

Kalau sekilas membaca hadis di atas pasti akan terjadi salah kaprah, sebab sudah menjadi keyakinan umat, bahwa setiap hamba-Nya pasti masuk surga jika berbuat baik, namun kenapa hadis tersebut menyatakan sebaliknya? Maksud hadis itu adalah bahwa Allah tidak menentukan hak seseorang untuk masuk surga hanya dengan melihat atau menilai amal baiknya saja tapi juga menilai amal buruknya, bagaimana jika amal buruknya lebih banyak daripada amal baiknya? Apakah masih berhak masuk surga? Hal itu 'mungkin' bisa saja, tentu saja jika Allah bermurah hati memberi Rahmat-Nya.

==============
IMAMAH

==============
lalah yakin dan percaya bahwa Nabi Muhammad saw. meninggalkan penggantinya yang dapat meneruskan tugasnya yang mulia atas perintah Allah SWT, baik dalam urusan agama, masyarakat, dunia maupun akherat. Pengganti yang dikatakan imam tersebut berjumlah dua belas orang .

Terdapat berbagai pertanyaan dari saudar kita umat sunni, apakah ada ayat-ayat imamah dalam al-quran? Maka kami menjawabnya tentu saja ada. Berikut kami kutip ayatnya :

Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat perintah dan larangan lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman : “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata : “ Dan saya mohon juga dari keturunanku”. Allah berfirman : “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim.(Al Qur'an Surah 2:124)

Ayat di atas adalah salah satu dari ayat Imamah, Seorang Imam di tunjuk oleh Allah, bukan oleh manusia. Yang perlu digaris bawahi dari ayat diatas adalah bahwa pengangakatan nabi ibrahim sebagai Imam justru terjadi setelah beliau menjadi Nabi dan Rasul. Hal ini membuktikan kedudukan Imam lebih tinggi daripada kedudukan nabi dan rasul kecuali kedudukan Nabi Muhammad saw.

Selain itu dalam kisah nabi Yusuf as juga menunjukkan beberapa ayat Imamah, memang Al-quran tidak menjabarkan secara rinci, tapi di alkitab dijelaskan dengan rinci bahwa Nabi Yusuf as menjadi Imam dari ke 11 saudaranya. Dan kemudian Imamah nabi Yusuf diturunkan kepada keturunannya yakni Manasye dan Efraim.

Dalam Al-quran dikatakan bahwa : "(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku." (QS Yususf : 4)

Menurut Kitab Kejadian, setelah Nabi Yakub as wafat, putra Yusuf yang bernama Manasye, diangkat untuk menjadi pemimpin bangsa Israel dan hal ini terus berlangsung hingga kedatangan Musa as dan Harun as dari suku Lewi. Kisah yang disebutkan al-Kitab dan juga Al-Qur’an mengenai mimpi Nabi Yusuf as tentang sujudnya sebelas bintang, matahari dan bulan kepadanya elas mengukuhkan argumen ini.

Masih banyak bukti dalam Al-quran dan al-kitab, dalam Al-quran terutama kisah nabi musa dan nabi harun as, semuanya sarat dengan ayat-ayat tentang imamah.

============
NUBUWAH
============
lalah yakin dan percaya bahwa Allah swt dengan LutfNya telah mengutus para nabi untuk memberi petunjuk dan membimbing manusia ke jalan yang benar. Yang pertama adalah Nabi Adam as. dan yang terakhir adalah Nabi Muhammad saw yang diutus dengan syareat agama Islam; agama yang sempurna dan terbaik yang menjamin manusia suatu kehidupan yang bahagia.

====================================
MA'AD / QIYAMAT / HARI PENGADILAN
====================================
lalah yakin dan percaya bahwa Allah swt akan membangkitkan semua manusia untuk hidup kembali seperti sedia kala, demi mempertanggung jawabkan amal perbuatan mereka selama hidup di dunia. Kemudian mereka akan diberikan ganjaran yang setimpal dengan perbuatannya itu, apakah akan ditempatkan di syurga atau di neraka.

Mengangkat Tangan Di Setiap Takbir Ketika Shalat

Penganut madzhab ja'fari (Syi'ah Imamiyah) selalu mengangkat tangannya pada saat takbir ketika shalat. Meskipun dari saudara kita ahlulsunnah menolak hal demikian, namun kitab-kitab hadis ahlulsunnah justru menyatakan sebaliknya. Ada baiknya kita lihat hadis-hadis dalam kitab hadis ahlulsunnah berikut ini mengenai hukum mengangkat tangan di setiap takbir.

Dalam Sunan Abu Daud, kitab al-Shalat : detil-detil ketika shalat jilid 3, no 0737, berbunyi :

Di riwayatkan oleh Abu Hurairah : Ketika Rasulullah (saw) mengucapkan takbir (Allahu Akbar) untuk shalat (pada awal shalat), beliau mengangkat tangannya berlawanan dengan bahunya. Dan ketika beliau ruku', beliau melakukannya lagi, dan ketika beliau mengangkat kepalanya untuk bersujud, ia melakukannya lagi, dan ketika beliau bangun pada akhir dari dua rakaat, beliau melakukannya lagi.

Hal senada dapat dilihat di :

1. Tayseer al-Bari Sharh Sahih Bukhari, Vol 1, hal 487
2. Sahih Muslim dengan ringkasan Sharh Nawawi, vol 2, hal 17

Terdapat pula sebuah hadis dari Sunan Nisai, jil 1, hal 397, bab Rafa' yaddain al-sajud, bahwa nabi biasa mengangkat tangannya setelah sujud :

"Malik bin al-huwairs meriwayatkan bahwa ia melihat Nabi Suci (saw) mengangkat tangannya, saat shalat (yakni ketika awal shalat), ketika beliau ruku', ketika bangkit dari ruku', ketika beliau sujud, ketika bangun dari sujud, sampai bagian bawah telinganya."

Hal senada dapat dilihat di :
Musnad Ahmad bin Hanbal, jil 3, hal 310, hadis no 14369, yang berbunyi : Harmala berkata : "Aku bertanya pada Jabir bin Abdullah al-Ansari (ra) : 'Berapa banyak jumlah kalian pada hari shajara?. Dia menjawab : 'Jumlah kami 1400 dan Rasul Allah (saw) biasa mengangkat tangannya di setiap takbir."

Syeikh Shuai'b al-Arnaout menyatakan hadis ini shahih. dalam kitab al-mu'ajam al-awsat oleh Tabarani, jilid 3 hal 105 :

حدثنا واثلة بن الحسن العرقي ثنا كثير ثنا أيوب بن سويد عن محمد بن عبيد الله العرزمي عن قتادة قال قلت لأنس بن مالك أرنا كيف صلاة رسول الله صلى الله عليه و سلم فقام فصلى فكان يرفع يديه مع كل تكبيرة فلما انصرف قال هكذا كان صلاة رسول الله صلى الله عليه و سلم

Qutada berkata : 'Aku meminta Anas bin Malik untuk menunjukkan pada kami cara shalat Nabi (saw). Kemudian ia berdiri dan shalat, dia mengangkat tangannya di setiap takbir, ketika ia selesai (shalat) ia berkata : 'Beginilah biasanya cara Rasulullah shalat.'"

Seorang imam manhaj salafi, yakni Nasirudin Albani menyatakan dalam kitab Tamam al-Mena, hal 172 :

وأما الرفع من التكبيرات الأخرى ففيه عدة أحاديث أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يرفع يديه عند كل تكبيرة

"Mengangkat tangan bersamaan dengan takbir, Sesungguhnya ada banyak hadis yang mengatakan bahwa Nabi (saw) biasa mengangkat tangannya di setiap Takbir".

Dalam Nawawi Sharh Sahih Muslim, jil 2, hal 18 :

Menurut pandangan Abu Bakar bin Manzar, Abu Ali Tabri dan beberapa ahli hadis sangatlah baik mengangkat tangan diantara sujud."

Jadi, bagi seseorang yang mengkritik ataupun mencela tata cara shalat Syi'ah Imamiyah yang selalu mengangkat tangannya di setiap takbir ketika shalat, ada baiknya merujuk kembali ke kitab-kitab ahlulsunnah itu sendiri. Dengan begitu tidak akan terjadi penarikan kesimpulan yang terburu-buru.