Jumat, 25 Februari 2011

GAMBARAN TUHAN MENURUT SYI'AH DAN SUNNI

Terdapat banyak hadis dalam shahih bukhari yang menggambarkan bahwa Allah memiliki sebuah tanda pada kaki-Nya, dan Dia meletakkan kaki-Nya ke dalam neraka dan seterusnya. Misalnya, dalam shahih bukhari versi arab-inggris, hadis no 9532 didalamnya menggambarkan Allah mempunyai sebuah tanda di betis-Nya, dan ketika Dia menyingkapkan betis-Nya manusia akan mengenali-Nya. Atau dalam jilid yang sama lihat hadis no 9604 dan 9510 dimana dikatakan bahwa Allah mempunyai jari jemari! Silahkan lihat juga artikel-artikel yang terkait yang diberikan oleh Kamran yang dirujuk oleh shahih bukhari dan shahih muslim.

Bagi sebagian pengikut Ibnu Taymiah (saya katakan sebagian pengikutnya bukan keseluruhan pengikutnya) membenarkan bahwa organ-organ tubuh Allah merupakan entitas fisik dan Allah duduk di singgasana. Akan tetapi, bagi pengikut Abu Hasan Asy'ari (Pengikut aliran Asy'ariyyah) yang meliputi sejumlah besar sunni, tidak menafsirkan wajah, tangan, dan kaki-Nya sebagai organ-organ fisik, tetapi mereka mengatakan "kita tidak tahu bagaimana (bi la kaif)".

Sedangkan Syi'ah 12 imam meyakini dengan kuat bahwa Allah tidak memiliki tubuh, wajah, tangan, jari jemari, ataupun kaki. Syekh Shaduq, salah seorang ulama Syi'ah terkemuka, dalam kitabnya al-I'tiqadat al-Imamiyyah (kredo Syi'ah) mengatakan :

"Sesungguhnya Allah itu Maha Satu, Maha Unik, tidak sesuatupun yang menyerupai-Nya. Dia Maha Abadi, Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Berilmu, Maha Hidup, Maha Kuasa, jauh dari segala kebutuhan. Dia tidak bisa digambarkan dalam kerangka sebistansi, tubuh, bentuk, aksiden, garis, permukaan, berat, ringan, warna, gerakan, istirahat, waktu, ataupun ruang. Dia diatas segala gambaran yang bisa diterapkan kepada mahluk-mahluk-Nya. Dia jauh dari dua kutub. Dia tidak sekedar non entitas (sebagaimana golongan ateis dan dalam tingkatan yang lebih rendah, Mu'tazilah lakukan) ataupun Dia sama seperti benda-benda lainnya. Dia Maujud, tidak seperti benda-benda yang ada lainnya."

Memang dalama Al-Qur'an terdapat ayat-ayat yang menggambarkan tentang bagian tubuh Allah. Namun, bagi penafsiran para imam Syi'ah, kata- kata dalam ayat tersebut digunakan dalam makna metaforis dan simbolis, bukan makna literal.

Umpamanya ayat 88 surat al-Qashash yang berbunyi "Tiap-tiap sesuatu pasti binasa kecuali wajah-Nya", maksud ayat itu adalah "kecuali Diri-Nya". Sesungguhnya sebagian ulama sunni sekalipun tidak bisa mengatakan bahwa hanya wajah Allah yang akan abadi, sementara apa yang dinamakan anggota-anggota tubuh lainnya (baik fisik maupun bukan) akan binasa!

Demikian pula Allah telah menggunakan kata "tangan" (Yad) di beberapa tempat dalam al-Qur'an. Namun itu artinya adalah "kekuasaan dan rahmat-Nya", sebagaimana dalam surat al-Maidah ayat 54, yang berbunyi "...tetapi kedua tangan Allah terbuka."

Sebagaimana dalam Quran dan hadis Nabawi, makna-makna metaforis seperti itu banyak digunakan. Misalnya, Allah menggambarkan para Nabi-Nya sebagai ulil aydi wal abshar (yang mempunyai perbuatan-perbuatan besar dan ilmu-ilmu yang tinggi; QS Shad : 45)

Bahkan semua ulama sunni setuju bahwa kata "tangan" (aydi) di sini artinya kekuasaan dan kekuatan. Saya harus menyebutkan bahwa pendapat Syi'ah 12 imam juga berbeda dengan pendapat golongan mu'tazilah yang membawa Tuhan kepada batasan-batasan nirwujud (non-existence).

BISAKAH ALLAH DILIHAT?

Sebagai dampak langsung dari perbedaan yang disebutkan di atas, sebagian dari ulama sunni percaya bahwa Allah SWT bisa dilihat. Sebagian dari mereka, seperti Imam Ahmad bin Hanbal ra, mengatakan bahwa Dia bisa dilihat di dunia dan di akherat kelak. Yang lain mengatakan bahwa Dia hanya bisa di lihat di akherat. (Shahih bukhari, versi arab-inggris, hadis 9530-9532 yang secara jelas menyatakan bahwa Tuhan bisa dilihat dan Tuhan mengubah penampilan-Nya agar dikenali oleh manusia)

Di sisi lain, Syi'ah imamiah berpendapat bahwa Dia tidak bisa dilihat secara fisik baik di dunia maupaun di akherat, karena Dia tidak memiliki tubuh berdasarkan firman-Nya "Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata." (QS al-An'Am : 103)

Para ulama sunni menggunakan ayat berikut sebagai hujat mereka, "wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu (hari pengadilan) tampak segar berseri, kepada Tuhannya lah mereka memandang"(QS al-Qiyamah : 22-23)

Akan tetapi, dalam bahasa arab, kata nazhar (memandang) tidak berarti 'melihat'. Acap dikatakan bahwa nazhartu ilal hilal falam arahu, yang artinya "saya memandang bulan baru (sabit) namun saya tidak melihatnya". Karena itu, ayat tersebut tidak berarti mereka akan melihat Allah. Menurut penafsian Syi'ah, ayat itu artinya mereka akan menanti-nanti rahmat Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar